1.
BAHAN KIMIA BERBAHAYA
Bahan
berbahaya adalah bahan-bahan yang pembuatan, pengolahan, pengangkutan,
penyimpanan dan penggunaanya menimbulkan atau membebaskan debu, kabut, uap,
gas, serat, atau radiasi sehingga dapat menyebabkan iritasi, kebakaran, ledakan,
korosi, keracunan dan bahaya lain dalam jumlah yang memungkinkan gangguan
kesehatan bagi orang yang berhubungan langsung dengan bahan tersebut atau
meyebabkan kerusakan pada barang-barang[1].
1.1
Penggunaan Bahan Kimia[2]
Bahan
kimia banyak digunakan dalam lingkungan kerja yang dapat dibagi dalam tiga
kelompok besar yaitu :
- Industri Kimia, yaitu industri yang mengolah dan menghasilkan
bahan-bahan kimia, diantaranya industri pupuk, asam sulfat, soda, bahan
peledak, pestisida, cat , deterjen, dan lain-lain. Industri kimia
dapat diberi batasan sebagai industri yang ditandai dengan penggunaan
proses-proses yang bertalian dengan perubahan kimiawi atau fisik dalam
sifat-sifat bahan tersebut dan khususnya pada bagian kimiawi dan komposisi
suatu zat[3].
- Industri Pengguna Bahan Kimia, yaitu industri yang menggunakan bahan kimia sebagai
bahan pembantu proses, diantaranya industri tekstil, kulit, kertas,
pelapisan listrik, pengolahan logam, obat-obatan dan lain-lain.
- Laboratorium, yaitu tempat kegiatan untuk uji mutu, penelitian dan
pengembangan serta pendidikan. Kegiatan laboratorium banyak dipunyai
oleh industri, lembaga penelitian dan pengembangan, perusahaan jasa, rumah
sakit dan perguruan tinggi.
Dalam
lingkungan kerja tersebut, banyak bahan kimia yang terpakai tiap harinya
sehingga para pekerja terpapar bahaya dari bahan-bahan kimia itu. Bahaya itu
terkadang meningkat dalam kondisi tertentu mengingat sifat bahan-bahan kimia
itu, seperti mudah terbakar, beracun, dan sebagainya. Dengan demikian,
jelas bahwa bekerja dengan bahan-bahan kimia mengandung risiko bahaya, baik
dalam proses, penyimpanan, transportasi, distribusi, dan penggunaannya. Akan
tetapi, betapapun besarnya bahaya bahan-bahan kimia tersebut, penanganan yang
benar akan dapat mengurangi atau menghilangkan risiko bahaya yang
diakibatkannya.
Klasifikasi
atau penggolongan bahan kimia berbahaya diperlukan untuk memudahkan pengenalan
serta cara penanganan dan transportasi. Secara umum bahan kimia berbahya
diklasifikasikan menjadi beberapa golongan diantaranya sebagai berikut :
1.
Bahan Kimia Beracun (Toxic)
Adalah
bahan kimia yang dapat menyebabkan bahaya terhadap kesehatan manusia atau
menyebabkan kematian apabila terserap ke dalam tubuh karena tertelan, lewat
pernafasan atau kontak lewat kulit.
Pada
umumnya zat toksik masuk lewat pernafasan atau kulit dan kemudian beredar
keseluruh tubuh atau menuju organ-organ tubuh tertentu. Zat-zat tersebut
dapat langsung mengganggu organ-organ tubuh tertentu seperti hati, paru-paru,
dan lain-lain. Tetapi dapat juga zat-zat tersebut berakumulasi dalam
tulang, darah, hati, atau cairan limpa dan menghasilkan efek kesehatan
pada jangka panjang[5].
Pengeluaran zat-zat beracun dari dalam tubuh dapat melewati urine, saluran
pencernaan, sel efitel dan keringat.
2.
Bahan Kimia Korosif (Corrosive)
Adalah
bahan kimia yang karena reaksi kimia dapat mengakibatkan kerusakan apabila
kontak dengan jaringan tubuh atau bahan lain.
Zat
korosif dapat bereaksi dengan jaringan seperti kulit, mata, dan saluran
pernafasan. Kerusakan dapat berupa luka, peradangan, iritasi
(gatal-gatal) dan sinsitisasi (jaringan menjadi amat peka terhadap bahan
kimia).
3. Bahan Kimia Mudah Terbakar (Flammable)
Adalah bahan kimia yang mudah bereaksi dengan oksigen dan
dapat menimbulkan kebakaran. Reaksi kebakaran yang amat cepat dapat juga
menimbulkan ledakan.
4. Bahan Kimia Peledak (Explosive)
Adalah suatu zat padat atau cair atau campuran keduanya
yang karena suatu reaksi kimia dapat menghasilkan gas dalam jumlah dan tekanan
yang besar serta suhu yang tinggi, sehingga menimbulkan kerusakan
disekelilingnya.
Zat eksplosif amat peka terhadap panas dan pengaruh
mekanis (gesekan atau tumbukan), ada yang dibuat sengaja untuk tujuan peledakan
atau bahan peledak seperti trinitrotoluene (TNT), nitrogliserin dan ammonium
nitrat (NH4NO3).
5. Bahan Kimia Oksidator (Oxidation)
Adalah suatu bahan kimia yang mungkin tidak mudah
terbakar, tetapi dapat menghasilkan oksigen yang dapat menyebabkan kebakaran
bahan-bahan lainnya.
6.
Bahan Kimia Reaktif Terhadap Air (Water Sensitive Substances)
Adalah
bahan kimia yang amat mudah bereaksi dengan air dengan mengeluarkan panas dan
gas yang mudah terbakar.
7.
Bahan Kimia Reaktif Terhadap Asam (Acid Sensitive Substances)
Adalah
bahan kimia yang amat mudah bereaksi dengan asam menghasilkan panas dan gas
yang mudah terbakar atau gas-gas yang beracun dan korosif.
8.
Gas Bertekanan (Compressed Gases)
Adalah
gas yang disimpan dibawah tekanan, baik gas yang ditekan maupun gas cair atau
gas yang dilarutkan dalam pelarut dibawah tekanan.
9.
Bahan Kimia Radioaktif (Radioactive Substances)
Adalah
bahan kimia yang mempunyai kemampuan memancarkan sinar radioaktif dengan
aktivitas jenis lebih besar dari 0,002 microcurie/gram.
Suatu
bahan kimia dapat termasuk diantara satu atau lebih golongan di atas karena
memang mempunyai sifat kimia yang lebih dari satu sifat.
1.3
Sistem Klasifikasi PBB[6]
Perserikatan
Bangsa-Bangsa (United Nations) memberikan klasifikasi bahan berbahaya seperti
tabel berikut ini.
Tabel
2.2 : Klasifikasi bahan berbahaya berdasarkan PBB
Klas
|
Penjelasan
|
Klas I
|
(Eksplosif)
|
Dapat terurai pada suhu dan
tekanan tertentu dan mengeluarkan gas kecepatan tinggi dan merusak sekeliling
|
Klas II
|
(Cairan mudah terbakar)
|
- Gas mudah terbakar
- Gas tidak mudah terbakar
- Gas beracun
|
Klas III
|
(Bahan mudah terbakar)
|
- Cairan : F.P <23oC
- Cairan : F.P >23oC
(
F.P = flash point)
|
Klas IV
|
(Bahan mudah terbakar selain klas
II dan III)
|
- Zat padat mudah terbakar
- Zat yang mudah terbakar
dengan sendirinya
- Zat yang bila bereaksi dengan
air dapat mengeluarkan gas mudah terbakar
|
Klas V
|
(Zat pengoksidasi)
|
- Oksidator bahan anorganik
- Peroksida organik
|
Klas VI
|
(Zat racun)
|
- Zat beracun
- Zat menyebabkan infeksi
|
Klas VII
|
(Zat radioaktif)
|
Aktifitas : 0.002 microcury/g
|
Klas VIII
|
(Zat korosif)
|
Bereaksi dan merusak
|
1.4
Penyimpanan Bahan Kimia Berbahaya[7]
Mengelompokkan
bahan kimia berbahaya di dalam penyimpanannya mutlak diperlukan, sehingga
tempat/ruangan yang ada dapat di manfaatkan sebaik-baiknya dan aman.
Mengabaikan sifat-sifat fisik dan kimia dari bahan yang disimpan akan
mengandung bahaya seperti kebakaran, peledakan, mengeluarkan gas/uap/debu
beracun, dan berbagai kombinasi dari pengaruh tersebut.
Penyimpanan bahan kimia berbahaya sebagai berikut :
1. Bahan Kimia Beracun (Toxic)
Bahan ini dalam kondisi normal atau dalam kondisi
kecelakaan ataupun dalam kondisi kedua-duanya dapat berbahaya terhadap
kehidupan sekelilingnya. Bahan beracun harus disimpan dalam ruangan yang
sejuk, tempat yang ada peredaran hawa, jauh dari bahaya kebakaran dan bahan
yang inkompatibel (tidak dapat dicampur) harus dipisahkan satu sama lainnya.
Jika panas mengakibatkan proses penguraian pada bahan
tersebut maka tempat penyimpanan harus sejuk dengan sirkulasi yang baik, tidak
terkena sinar matahari langsung dan jauh dari sumber panas[8].
2.
Bahan Kimia Korosif (Corrosive)
Beberapa
jenis dari bahan ini mudah menguap sedangkan lainnya dapat bereaksi dahsyat
dengan uap air. Uap dari asam dapat menyerang/merusak bahan struktur dan
peralatan selain itu beracun untuk tenaga manusia. Bahan ini harus
disimpan dalam ruangan yang sejuk dan ada peredaran hawa yang cukup untuk
mencegah terjadinya pengumpulan uap. Wadah/kemasan dari bahan ini harus
ditangani dengan hati-hati, dalam keadaan tertutup dan dipasang label.
Semua logam disekeliling tempat penyimpanan harus dicat dan diperiksa akan
adanya kerusakan yang disebabkan oleh korosi.
Penyimpanannya
harus terpisah dari bangunan lain dengan dinding dan lantai yang tahan terhadap
bahan korosif, memiliki perlengkapan saluran pembuangan untuk tumpahan, dan
memiliki ventilasi yang baik. Pada tempat penyimpanan harus tersedia
pancaran air untuk pertolongan pertama bagi pekerja yang terkena bahan tersebut[9].
3.
Bahan Kimia Mudah Terbakar (Flammable)
Praktis
semua pembakaran terjadi antara oksigen dan bahan bakar dalam bentuk uapnya
atau beberapa lainnya dalam keadaan bubuk halus. Api dari bahan padat
berkembang secara pelan, sedangkan api dari cairan menyebar secara cepat dan
sering terlihat seperti meledak. Dalam penyimpanannya harus diperhatikan
sebagai berikut :
a.
Disimpan pada tempat yang cukup dingin untuk mencegah penyalaan tidak sengaja
pada waktu ada uap dari bahan bakar dan udara
b.
Tempat penyimpanan mempunyai peredaran hawa yang cukup, sehingga bocoran uap
akan diencerkan konsentrasinya oleh udara untuk mencegah percikan api
c.
Lokasi penyimpanan agak dijauhkan dari daerah yang ada bahaya kebakarannya
d.
Tempat penyimpanan harus terpisah dari bahan oksidator kuat, bahan yang mudah
menjadi panas dengan sendirinya atau bahan yang bereaksi dengan udara atau uap
air yang lambat laun menjadi panas
e.
Di tempat penyimpanan tersedia alat-alat pemadam api dan mudah dicapai
f. Singkirkan semua sumber api dari tempat penyimpanan
g. Di daerah penyimpanan dipasang tanda dilarang merokok
h. Pada daerah penyimpanan dipasang sambungan tanah/arde
serta dilengkapi alat deteksi asap atau api otomatis dan diperiksa secara
periodik
4. Bahan Kimia Peledak (Explosive)[10]
Terhadap bahan tersebut ketentuan penyimpananya sangat
ketat, letak tempat penyimpanan harus berjarak minimum 60[meter] dari sumber
tenaga, terowongan, lubang tambang, bendungan, jalan raya dan bangunan, agar
pengaruh ledakan sekecil mungkin. Ruang penyimpanan harus merupakan
bangunan yang kokoh dan tahan api, lantainya terbuat dari bahan yang tidak
menimbulkan loncatan api, memiliki sirkulasi udara yang baik dan bebas dari
kelembaban, dan tetap terkunci sekalipun tidak digunakan. Untuk
penerangan harus dipakai penerangan alam atau lampu listrik yang dapat dibawa
atau penerangan yang bersumber dari luar tempat penyimpanan. Penyimpanan
tidak boleh dilakukan di dekat bangunan yang didalamnya terdapat oli, gemuk, bensin,
bahan sisa yang dapat terbakar, api terbuka atau nyala api. Daerah tempat
penyimpanan harus bebas dari rumput kering, sampah, atau material yang mudah
terbakar, ada baiknya memanfaatkan perlindungan alam seperti bukit, tanah
cekung belukar atau hutan lebat.
5. Bahan Kimia Oksidator (Oxidation)
Bahan ini adalah sumber oksigen dan dapat memberikan
oksigen pada suatu reaksi meskipun dalam keadaan tidak ada udara.
Beberapa bahan oksidator memerlukan panas sebelum menghasilkan oksigen,
sedangkan jenis lainnya dapat menghasilkan oksigen dalam jumlah yang banyak
pada suhu kamar. Tempat penyimpanan bahan ini harus diusahakan agar
suhunya tetap dingin, ada peredaran hawa, dan gedungnya harus tahan api.
Bahan ini harus dijauhkan dari bahan bakar, bahan yang mudah terbakar dan bahan
yang memiliki titik api rendah.
Alat-alat pemadam kebakaran biasanya kurang efektif dalam
memadamkan kebakaran pada bahan ini, baik penutupan ataupun pengasapan, hal ini
dikarenakan bahan oksidator menyediakan oksigen sendiri.
6.
Bahan Kimia Reaktif Terhadap Air (Water Sensitive Substances)
Bahan
ini bereaksi dengan air, uap panas atau larutan air yang lambat laun
mengeluarkan panas atau gas-gas yang mudah menyala. Karena banyak dari
bahan ini yang mudah terbakar maka tempat penyimpanan bahan ini harus tahan
air, berlokasi ditanah yang tinggi, terpisah dari penyimpanan bahan lainnya,
dan janganlah menggunakan sprinkler otomatis di dalam ruang simpan.
7.
Bahan Kimia Reaktif Terhadap Asam (Acid Sensitive Substances)
Bahan
ini bereaksi dengan asam dan uap asam menghasilkan panas, hydrogen dan gas-gas
yang mudah menyala. Ruangan penyimpanan untuk bahan ini harus diusahakan
agar sejuk, berventilasi, sumber penyalaan api harus disngkirkan dan diperiksa
secara berkala. Bahan asam dan uap dapat menyerang bahan struktur
campuran dan menghasilkan hydrogen, maka bahan asam dapat juga disimpan dalam
gudang yang terbuat dari kayu yang berventilasi. Jika konstruksi gudang
trbuat dari logam maka harus di cat atau dibuat kebal dan pasif terhadap bahan
asam.
8.
Gas Bertekanan (Compressed Gases)
Silinder
dengan gas-gas bertekanan harus disimpan dalam keadaan berdiri dan diikat
dengan rantai atau diikat secara kuat pada suatu penyangga tambahan.
Ruang penyimpanan harus dijaga agar sejuk , bebas dari sinar matahari langsung,
jauh dari saluran pipa panas di dalam ruangan yang ada peredaran hawanya.
Gedung penyimpanan harus tahan api dan harus ada tindakan preventif agar
silinder tetap sejuk bila terjadi kebakaran, misalnya dengan memasang
sprinkler.
9.
Bahan Kimia Radioaktif (Radioactive Substances)[11]
Radiasi
dari bahan radioaktif dapat menimbulkan efek somatik dan efek genetik, efek
somatik dapat akut atau kronis. Efek somatik akut bila terkena radiasi
200[Rad] sampai 5000[Rad] yang dapat menyebabkan sindroma system saraf sentral,
sindroma gas trointestinal dan sindroma kelainan darah, sedangkan efek somatik
kronis terjadi pada dosis yang rendah. Efek genetik mempengaruhi alat
reproduksi yang akibatnya diturunkan pada keturunan. Bahan ini meliputi
isotop radioaktif dan semua persenyawaan yang mengandung radioaktif.
Pemakai zat radioaktif dan sumber radiasi harus memiliki instalasi fasilitas
atom, tenaga yang terlatih untuk bekerja dengan zat radioaktif, peralatan
teknis yang diperlukan dan mendapat izin dari BATAN. Penyimpanannya harus
ditempat yang memiliki peralatan cukup untuk memproteksi radiasi, tidak dicampur
dengan bahan lain yang dapat membahayakan, packing/kemasan dari bahan
radioaktif harus mengikuti ketentuan khusus yang telah ditetapkan dan keutuhan
kemasan harus dipelihara. Peraturan perundangan mengenai bahan radioaktif
diantaranya :
- Undang-Undang Nomor 31/64
Tentang Ketentuan Pokok Tenaga Atom
- Peraturan
Pemerintah No. 11 Tahun 1975 Tentang Keselamatan Kerja terhadap radiasi
- Peraturan
pemerintah No. 12 Tahun 1975 Tentang izin Pemakaian Zat Radioaktif dan
atau Sumber Radiasi lainnya
- Peraturan Pemerintah No. 13
Tahun 1975 Tentang Pengangkutan Zat Radioaktif
Maka
Peta Keterkaitan Kegiatan untuk tata letak penyimpanan material kimia
berbahaya berdasarkan ketentuan safety tersebut di atas adalah sebagai berikut
:
Gambar Peta keterkaitan kegiatan untuk penyimpanan raw
material.
1.5 Lembar Data Bahaya[12]
Lembar data bahaya (Hazard Data Sheets/HDSs) terkadang disebut
Material Safety Data Sheets (MSDSs) atau Chemical Safety Data Sheet (CSDSs)
adalah lembar informasi yang detail tentang bahan-bahan kimia. Umumnya
lembar ini disiapkan dan dibuat oleh pabrik kimia atau suatu program, seperti
International Programme On Chemical Safety (IPCS) yang aktifitasnya terkait
dengan World Health Organization (WHO), International Labour Organization
(ILO), dan United Environment Programme (UNEP). HDSs/MSDSs/CSDSs merupakan sumber
informasi tentang bahan kimia yang penting dan dapat diakses tetapi kualitasnya
dapat bervariasi. Jika anda menggunakan HDSs, berhati-hatilah terhadap
keterbatasannya, sebagai contoh, HDSs sering sulit untuk dibaca dan dimengerti.
Keterbatasan lain yang serius adalah seringnya tidak memuat informasi yang
cukup tentang bahaya dan peringatan penting yang anda butuhkan ketika bekerja
dengan bahan kimia tertentu. Untuk mengatasi keterbatasan ini, kapanpun
dimungkinkan untuk menggunakan sumber informasi lain secara bersama-sama dengan
HDSs. Suatu ide yang baik untuk mewakili kasehatan dan keselamatan dengan
menyimpan lembar data bahaya pada setiap penggunaan bahan kimia di tempat
kerja.
Informasi berikut harus muncul pada semua lembar data
bahaya, akan tetapi urutan dapat berbeda dari yang dijelaskan dibawah ini.
Bagian 1 : Identifikasi produk dan pabrik
Identifikasi produk : nama produk tertera disini
dengan nama kimia atau nama dagang, nama yang tertera harus sama dengan nama
yang ada pada label. Lembar data bahaya juga harus mendaftar sinonim
produk atau substansinya, sinonim adalah nama lain dengan substansi yang
diketahui. Contohnya Methyl alcohol juga dikenal sebagai Metanol atau Alkohol
kayu.
Identifikasi pabrik : nama pabrik atau supplier,
alamat, nomor telepon, tanggal HDSs dibuat, dan nomor darurat untuk menelepon
setelah jam kerja, merupakan ide yang baik bagi pengguna produk untuk menelepon
pabrik pembuat produk sehingga mendapatkan informasi tentang produk tersebut
sebelum terjadi hal yang darurat.
Bagian 2 : Bahan-bahan berbahaya
Untuk produk campuran, hanya bahan-bahan berbahaya saja
yang tercantum pada daftar khusus bahan kimia, dan yang didata bila
komposisinya ≥ 1% dari produk. Pengecualian untuk zat karsinogen yang
harus di daftar jika komposisinya 0,1% dari campuran. Batas konsentrasi
yaitu Permissible Exposure Limit (PEL)[13] dan The
Recommended Threshold Limit Value (TLV )[14] harus didata
dalam HDSs.
Bagian 3 : Data Fisik
Bagian ini mendata titik didih, tekanan, density, titik
cair, tampilan, bau, dan lain-lain. Informasi pada bagian ini membantu
anda mengerti bagaimana sifat bahan kimia dan jenis bahaya yang ditimbulkannya.
Bagian 4 : Data Kebakaran Dan Ledakan
Bagian ini mendata titik nyala api dan batas mudah
terbakar atau meledak, serta menjelaskan kepada anda bagaimana memadamkan
api. Informasi pada bagian ini dibutuhkan untuk mencegah, merencanakan
dan merespon kebakaran atau ledakan dari bahan-bahan kimia.
Bagian 5 : Data Reaktifitas
Bagian ini menjelaskan kepada anda apakah suatu substansi
stabil atau tidak, bila tidak, bahaya apa yang ditimbulkan dalam keadaan tidak
stabil. Bagian ini mendata ketidakcocokan substansi, substansi mana yang
tidak boleh diletakkan atau digunakan secara bersamaan. Informasi ini
penting untuk penyimpanan dan penanganan produk yang tepat.
Bagian 6 : Data Bahaya Kesehatan
Rute tempat masuk (pernafasan, penyerapan kulit atau
ingestion), efek kesehatan akut dan kronik, tanda-tanda dan gejala awal, apakah
produknya bersifat karsinogen, masalah kesehatan yang makin buruk bila terkena,
dan pertolongan pertama yang direkomendasikan/prosedur gawat darurat,
semuanya seharusnya terdaftar di bagian ini.
Bagian 7 : Tindakan Pencegahan Untuk Penanganan
Informasi dibutuhkan untuk memikirkan rencana respon
gawat darurat, prosedur pembersihan, metode pembuangan yang aman, yang
dibutuhkan dalam penyimpanan, dan penanganan tindakan pencegahan harus
detail pada bagian ini. Akan tetapi sering kali pabrik pembuat produk
meringkas informasi ini dengan satu pernyataan yang simple, seperti hindari
menghirup asap atau hindari kontak dengan kulit.
Bagian 8 : Pengukuran Kontrol
Metode yang direkomendasikan untuk control bahaya
termasuk ventilasi, praktek kerja dan alat pelindung diri/Personal Protective
Equipment (PPE) dirincin pada bagian ini. Tipe respirator, baju pelindung
dan sarung tangan material yang paling resisten untuk produk harus
diberitahu. Lebih dari rekomendasi perlindungan material yang paling
resisten, HDSs boleh dengan simple menyatakan bahwa baju dan sarung
tangan yang tidak dapat ditembus harus digunakan. Bagian ini cenderung menekankan
alat pelindung diri daripada control engineering.
1.6 Pemasangan Label dan Tanda Pada Bahan Berbahaya[15]
Pemasangan label dan tanda dengan memakai lambang atau
tulisan peringatan pada wadah atau tempat penyimpanan untuk bahan berbahaya
adalah tindakan pencegahan yang esensial. Tenaga kerja yang bekerja pada
proses produksi atau pengangkutan biasanya belum mengetahui sifat bahaya dari
bahan kimia dalam wadah/packingnya, demikian pula para konsumen dari barang
tersebut, dalam hal inilah pemberian label dan tanda menjadi sangat penting.
Peringatan tentang bahaya dengan label dan tanda
merupakan syarat penting dalam perlindungan keselamatan kerja, namun hal
tersebut tidak dapat dianggap sebagai perlindungan yang sudah lengkap, usaha
perlindungan keselamatan lainnya masih tetap diperlukan. Lambang yang
umum dipakai untuk bahan kimia yang memiliki sifat berbahaya adalah sebagai
berikut[16] :
.
.
Gambar 2.14 Tanda bahaya dari bahan kimia
Keterangan :
E = Dapat Meledak
T = Beracun
F+ = Sangat Mudah
Terbakar
C = Korosif
F = Mudah
Terbakar
Xi = Iritasi
O =
Pengoksidasi
Xn = Berbahaya Jika Tertelan
T+ = Sangat
Beracun
N = Berbahaya Untuk Lingkungan
2. KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA BIDANG KIMIA
2.1 Pengertian Keselamatan Kerja[17]
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian
dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja
dan lingkungannya serta tata cara melakukan pekerjaan.
Tujuan keselamatan kerja adalah :
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta
produktivitas nasional.
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada
ditempat kerja.
3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara
aman dan efisien.
Sasaran keselamatan kerja adalah semua tempat kerja baik
di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, dan di udara yang
menyangkut proses produksi dan distribusi baik barang maupun jasa.
Asas pokok keselamatan kerja dicetuskan dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata dengan ketentuan yang mewajibkan pengusaha untuk
mengatur dan memelihara ruangan, alat perkakas di mana ia menyuruh pekerja
melakukan pekerjaan, demikian pula mengenai petunjuk-petunjuk, sehingga pekerja
terlindung dari bahaya yang mengancam badan, kehormatan, dan harta bendanya
mengingat sifat pekerjaan yang selayaknya diperlukan. Sanksi terhadap
tidak dipenuhinya kewajiban tesebut, ialah pengusaha wajib mengganti kerugian
yang menimpa pekerja dalam menjalankan pekerjaannya, kecuali pengusaha dapat
membuktikan bahwa tidak terpenuhinya kewajiban tersebut disebabkan oleh keadaan
yang memaksa atau kerugian yang dimaksud sebagian besar disebabkan karena
kesalahan pekerja sendiri[18]
2.2 Pengertian Kesehatan Kerja[19]
Kesehatan kerja adalah perlindungan bagi pekerja terhadap
pemerasan/eksploitasi tenaga kerja oleh pengusaha. Larangan
memperkerjakan anak dibawah umur, pembatasan melakukan pekerjaan bagi orang
muda dan wanita, pengaturan mengenai waktu kerja, waktu isirahat, cuti haid,
bersalin dan keguguran kandungan bagi wanita, dimaksudkan untuk menjaga
kesehatan, keselamatan dan serta moral kerja dari pekerja sesuai dengan harkat
dan martabatnya serta layak bagi kemanusiaan.
2.3 Pengertian Kecelakaan Kerja[20]
Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang berhubungan
dengan hubungan kerja pada suatu perusahaan, hubungan kerja disini berarti
bahwa kecelakaan dapat dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu pelaksanaan
pekerjaan.
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak
diharapkan. Tidak terduga karena kejadian tersebut tidak terdapat unsur
kesengajaan apalagi perencanaan, tidak diharapkan karena kejadian tersebut
disertai kerugian material ataupun penderitaan dari yang teringan sampai yang
terberat.
Bahaya pekerjaan adalah faktor-faktor dalam hubungan pekerjaan
yang dapat mendatangkan kecelakaan kerja. Bahaya tersebut disebut bahaya
potensial jika bahaya tersebut belum mendatangkan kecelakaan, jika kecelakaan
telah terjadi maka bahaya tersebut adalah bahaya nyata.
2.4 Kebijakan Pemerintah Indonesia Dalam Menghadapi Bahan
Kimia[21]
Kebijakan pemerintah indonesia di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) merupakan salah satu bagian dari kebijakan pemerintah di
bidang perlindungan tenaga kerja yang telah digariskan oleh Garis-Garis Besar
Haluan Negara (GBHN), yang antara lain berbunyi sebagai berikut :
” Upaya perlindungan tenaga kerja perlu terus
ditingkatkan melalui perbaikan syarat kerja termasuk upah, gaji dan jaminan
sosial, kondisi kerja termasuk kesehatan, keselamatan dan lingkungan kerja,
serta hubungan kerja dalam rangka peningkatan kesejahteraan para pekerja secara
menyeluruh.”
Berdasarkan GBHN tersebut oleh pimpinan Departemen Tenaga
Kerja digariskan sebagai kebijakan Derparteman Tenaga Kerja yang antara lain
menyangkut keselamatan dan kesehatan kerja sebagai salah satu prioritas.
Penanganan bahan kimia khususnya bahan kimia berbahaya
merupakan sasaran utama dalam rangka penanganan keselamatan dan kesehatan
kerja. Hal ini disebabkan karena bahan kimia merupakan sumber dari
malapetaka yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja, seperti
kebakaran, peledakan, gangguan kesehatan yang merupakan penyakit akibat kerja.
Kebijakan penanganan bahan kimia khususnya dalam
penggunaan dibidang industri/perusahaan pada dasarnya meliputi kebijakan :
- Pembuatan
peraturan/perundang-undangan
- Pengawasan
- Pendidikan/penyuluhan/training
- Survei/penelitian
- Informasi
- Standarisasi
- Kampanye
Ada
beberapa peraturan perundangan ketenagakerjaan khususnya yang menyangkut
perlindungan tenaga kerja di bidang keselamatan dan kesehatan kerja serta
penanganan bahan berbahaya. Peraturan perundangan tersebut antara lain
adalah sebagai berikut :
- UU No. 14/1969 tentang
Pokok-pokok Ketenagakerjaan, khususnya pasal 9 dan 10
- UU No. 1/1970 tentang
Keselamatan Kerja
- UU dan
Peraturan Uap tahun 1930
- UU Petasan tahun 1932
- UU tentang Timah Putih tahun
1931
- Peraturan
Pemerintah No. 7 tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran dan
Penggunaan Pestisida
- Peraturan
Pemerintah No. 11 tahun 1975 tentang Keselamatan Kerja terhadap Radiasi
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.01/Men/198 tentang Kewajiban
Melaporkan Penyakit Akibat Kerja
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja No. Per.03/Men/1985 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Pemakaian Asbes
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja No. Per.03/Men/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan
di tempat kerja yang mengelola pestisida
- Surat
Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. SE. 02/Men/1978 tentang
Nilai Ambang Batas Bahan Kimia
Selain peraturan perundangan di atas masih ada beberapa
peraturan yang dikeluarkan oleh instansi di luar Departemen Tenaga Kerja yang
masih menyangkut keselamatan dan kesehatan kerja serta penanganan bahan
berbahaya.
2.5 Undang-Undang Keselamatan Kerja Nomor 1 Tahun 1970[22]
Kebijakan pemerintah dalam peraturan perundangan
ketenagakerjaan yang menyangkut perlindungan tenaga kerja di bidang keselamatan
dan kesehatan kerja banyak jumlahnya, tetapi pada dasar teori ini penulis hanya
menyajikan Undang-undang nomor 1 tahun 1970 yang menurut penulis dirasa cukup
untuk mewakili penelitian ini.
Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja diundangkan pada tahun 1970 sebagai pengganti Veilighedsreglement
Stbl.No.406 yang berlaku sejak tahun 1910. Latar belakang penggantian
Veilighedsreglement tersebut sebagaimana dikemukakan dalam penjelasan umum
undang-undang no.1 tahun 1970 dikarenakan telah banyak hal yang sudah
terbelakang dan perlu diperbaharui sesuai perkembangan peraturan perlindungan
tenaga kerja lainnya dan perkembangan serta kemajuan teknik dan industrialisasi
di Indonesia dewasa ini dan untuk selanjutnya.
Pasal-pasal dari undang-undang no.1 tahun 1970 yang
berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Pasal 2
ayat 1,
Yang diatur oleh undang-undang ini adalah keselamatan kerja dalam segala
tempat kerja , baik didarat, di dalam tanah, di permukaan air, di
dalam air maupun di udara , yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum
Republik Indonesia.
- Pasal 2
ayat 2,
Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 tersebut berlaku dalam tempat kerja
dimana :
b. Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan,
diangkut, atau di simpan bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar,
menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuku tinggi.
f. Dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia,
baik di daratan, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun udara.
g. Dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal,
perahu, dermaga, dok stasiun atau gudang.
m. Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu ,
kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara
atau getaran.
- Pasal 3, Dengan
peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk :
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. Mencegah mengurangi dan memadamkan kebakaran
c. Mencegah dan mengurangi bahaya kebakaran
n. Mengamankan memperlancar pengangkutan orang, binatang,
tanaman, atau barang.
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bagunan
p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat,
perlakuan dan penyimpanan barang.
Pasal 4 ayat 1, Dengan peraturan perundangan ditetapkan
syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan,
peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan
penyimpanan bahan, barang, produk teknis, dan aparat produksi yang mengandung
dan menimbulkan bahaya kecelakaan.
[1] Ridwan, Diktat Keselamatan Kerja Dan Pencegahan
Kecelakaan (Jakarta, 1995) hal. 26.
[2] Milos Nedved, Soemanto Imamkhasani, Fundamentals
Chemical Safety And Major Hazard Control (Jakarta, 1991) hal. 3 – 4.
[3] Ridwan, Diktat Keselamatan Kerja Dan Pencegahan
Kecelakaan (Jakarta, 1995) hal. 35.
[4] Milos Nedved, Soemanto Imamkhasani, Fundamentals
Chemical Safety And Major Hazard Control (Jakarta, 1991) hal. 57 – 69.
[5] Bahan kimia beracun dan gangguannya terhadap kesehatan
dapat dilihat pada tabel 1. Ibid., hal. 150 – 151.
[6] Milos Nedved, Soemanto Imamkhasani, Fundamentals
Chemical Safety And Major Hazard Control (Jakarta, 1991) hal. 67 – 68.
[7] Milos Nedved, Soemanto Imamkhasani, Fundamentals
Chemical Safety And Major Hazard Control (Jakarta, 1991) hal. 179 – 185.
[8] Ridwan, Diktat Keselamatan Kerja Dan Pencegahan Kecelakaan
(Jakarta, 1995) hal. 29 – 30.
[9] Ridwan, Diktat Keselamatan Kerja Dan Pencegahan
Kecelakaan (Jakarta, 1995) hal. 30.
[11] Ridwan, Diktat Keselamatan Kerja Dan Pencegahan
Kecelakaan (Jakarta, 1995) hal. 36 – 37.
[12] Rosskam F., Chamicals In The Workplace (Geneva, 1996) hal. 21 –
24.
[13] PEL adalah jumlah maksimum substansi yang diizinkan dalam
udara di tempat kerja, PEL dilaksanakan secara legal.
[14] TLV adalah nilai ambang batas yang direkomendasikan dan
dilaksanakan secara ilegal. TLV direncanakan oleh agensi pribadi,
dimaksudkan untuk mewakili konsentrasi substansi dimana setiap harinya pekerja
dapat dinyatakan tanpa efek samping yang merugikan kesehatan.
[15] Ridwan, Diktat Keselamatan Kerja Dan Pencegahan
Kecelakaan (Jakarta, 1995) hal. 27 – 28.
[16] Safety Department, Buku Panduan Safety (Banten,
2003) hal. 3 – 4.
[17] Ridwan, Diktat Keselamatan Kerja Dan Pencegahan
Kecelakaan (Jakarta, 1995) hal. 36.
[18] Soesanto Ismadi, et al., Hukum Ketenagakerjaan
(Jakarta, 1992) hal. 149 – 150.
[19] Soesanto Ismadi, et al., Hukum Ketenagakerjaan
(Jakarta, 1992) hal. 150 – 151.
[20] Ridwan, Diktat Keselamatan Kerja Dan Pencegahan
Kecelakaan (Jakarta, 1995) hal. 6.
[21] Milos Nedved, Soemanto Imamkhasani, Fundamentals
Chemical Safety And Major Hazard Control (Jakarta, 1991) hal. 131 – 137.
[22] Imam Sjahputra, Amin Widjaja, Peraturan
Perundang-undangan Ketenagakerjaan Baru Di Indonesia (Jakarta, 2004) hal. 120 – 130.
1.
BAHAN KIMIA BERBAHAYA
Bahan
berbahaya adalah bahan-bahan yang pembuatan, pengolahan, pengangkutan,
penyimpanan dan penggunaanya menimbulkan atau membebaskan debu, kabut, uap,
gas, serat, atau radiasi sehingga dapat menyebabkan iritasi, kebakaran, ledakan,
korosi, keracunan dan bahaya lain dalam jumlah yang memungkinkan gangguan
kesehatan bagi orang yang berhubungan langsung dengan bahan tersebut atau
meyebabkan kerusakan pada barang-barang[1].
1.1
Penggunaan Bahan Kimia[2]
Bahan
kimia banyak digunakan dalam lingkungan kerja yang dapat dibagi dalam tiga
kelompok besar yaitu :
- Industri Kimia, yaitu industri yang mengolah dan menghasilkan
bahan-bahan kimia, diantaranya industri pupuk, asam sulfat, soda, bahan
peledak, pestisida, cat , deterjen, dan lain-lain. Industri kimia
dapat diberi batasan sebagai industri yang ditandai dengan penggunaan
proses-proses yang bertalian dengan perubahan kimiawi atau fisik dalam
sifat-sifat bahan tersebut dan khususnya pada bagian kimiawi dan komposisi
suatu zat[3].
- Industri Pengguna Bahan Kimia, yaitu industri yang menggunakan bahan kimia sebagai
bahan pembantu proses, diantaranya industri tekstil, kulit, kertas,
pelapisan listrik, pengolahan logam, obat-obatan dan lain-lain.
- Laboratorium, yaitu tempat kegiatan untuk uji mutu, penelitian dan
pengembangan serta pendidikan. Kegiatan laboratorium banyak dipunyai
oleh industri, lembaga penelitian dan pengembangan, perusahaan jasa, rumah
sakit dan perguruan tinggi.
Dalam
lingkungan kerja tersebut, banyak bahan kimia yang terpakai tiap harinya
sehingga para pekerja terpapar bahaya dari bahan-bahan kimia itu. Bahaya itu
terkadang meningkat dalam kondisi tertentu mengingat sifat bahan-bahan kimia
itu, seperti mudah terbakar, beracun, dan sebagainya. Dengan demikian,
jelas bahwa bekerja dengan bahan-bahan kimia mengandung risiko bahaya, baik
dalam proses, penyimpanan, transportasi, distribusi, dan penggunaannya. Akan
tetapi, betapapun besarnya bahaya bahan-bahan kimia tersebut, penanganan yang
benar akan dapat mengurangi atau menghilangkan risiko bahaya yang
diakibatkannya.
Klasifikasi
atau penggolongan bahan kimia berbahaya diperlukan untuk memudahkan pengenalan
serta cara penanganan dan transportasi. Secara umum bahan kimia berbahya
diklasifikasikan menjadi beberapa golongan diantaranya sebagai berikut :
1.
Bahan Kimia Beracun (Toxic)
Adalah
bahan kimia yang dapat menyebabkan bahaya terhadap kesehatan manusia atau
menyebabkan kematian apabila terserap ke dalam tubuh karena tertelan, lewat
pernafasan atau kontak lewat kulit.
Pada
umumnya zat toksik masuk lewat pernafasan atau kulit dan kemudian beredar
keseluruh tubuh atau menuju organ-organ tubuh tertentu. Zat-zat tersebut
dapat langsung mengganggu organ-organ tubuh tertentu seperti hati, paru-paru,
dan lain-lain. Tetapi dapat juga zat-zat tersebut berakumulasi dalam
tulang, darah, hati, atau cairan limpa dan menghasilkan efek kesehatan
pada jangka panjang[5].
Pengeluaran zat-zat beracun dari dalam tubuh dapat melewati urine, saluran
pencernaan, sel efitel dan keringat.
2.
Bahan Kimia Korosif (Corrosive)
Adalah
bahan kimia yang karena reaksi kimia dapat mengakibatkan kerusakan apabila
kontak dengan jaringan tubuh atau bahan lain.
Zat
korosif dapat bereaksi dengan jaringan seperti kulit, mata, dan saluran
pernafasan. Kerusakan dapat berupa luka, peradangan, iritasi
(gatal-gatal) dan sinsitisasi (jaringan menjadi amat peka terhadap bahan
kimia).
3. Bahan Kimia Mudah Terbakar (Flammable)
Adalah bahan kimia yang mudah bereaksi dengan oksigen dan
dapat menimbulkan kebakaran. Reaksi kebakaran yang amat cepat dapat juga
menimbulkan ledakan.
4. Bahan Kimia Peledak (Explosive)
Adalah suatu zat padat atau cair atau campuran keduanya
yang karena suatu reaksi kimia dapat menghasilkan gas dalam jumlah dan tekanan
yang besar serta suhu yang tinggi, sehingga menimbulkan kerusakan
disekelilingnya.
Zat eksplosif amat peka terhadap panas dan pengaruh
mekanis (gesekan atau tumbukan), ada yang dibuat sengaja untuk tujuan peledakan
atau bahan peledak seperti trinitrotoluene (TNT), nitrogliserin dan ammonium
nitrat (NH4NO3).
5. Bahan Kimia Oksidator (Oxidation)
Adalah suatu bahan kimia yang mungkin tidak mudah
terbakar, tetapi dapat menghasilkan oksigen yang dapat menyebabkan kebakaran
bahan-bahan lainnya.
6.
Bahan Kimia Reaktif Terhadap Air (Water Sensitive Substances)
Adalah
bahan kimia yang amat mudah bereaksi dengan air dengan mengeluarkan panas dan
gas yang mudah terbakar.
7.
Bahan Kimia Reaktif Terhadap Asam (Acid Sensitive Substances)
Adalah
bahan kimia yang amat mudah bereaksi dengan asam menghasilkan panas dan gas
yang mudah terbakar atau gas-gas yang beracun dan korosif.
8.
Gas Bertekanan (Compressed Gases)
Adalah
gas yang disimpan dibawah tekanan, baik gas yang ditekan maupun gas cair atau
gas yang dilarutkan dalam pelarut dibawah tekanan.
9.
Bahan Kimia Radioaktif (Radioactive Substances)
Adalah
bahan kimia yang mempunyai kemampuan memancarkan sinar radioaktif dengan
aktivitas jenis lebih besar dari 0,002 microcurie/gram.
Suatu
bahan kimia dapat termasuk diantara satu atau lebih golongan di atas karena
memang mempunyai sifat kimia yang lebih dari satu sifat.
1.3
Sistem Klasifikasi PBB[6]
Perserikatan
Bangsa-Bangsa (United Nations) memberikan klasifikasi bahan berbahaya seperti
tabel berikut ini.
Tabel
2.2 : Klasifikasi bahan berbahaya berdasarkan PBB
Klas
|
Penjelasan
|
Klas I
|
(Eksplosif)
|
Dapat terurai pada suhu dan
tekanan tertentu dan mengeluarkan gas kecepatan tinggi dan merusak sekeliling
|
Klas II
|
(Cairan mudah terbakar)
|
- Gas mudah terbakar
- Gas tidak mudah terbakar
- Gas beracun
|
Klas III
|
(Bahan mudah terbakar)
|
- Cairan : F.P <23oC
- Cairan : F.P >23oC
(
F.P = flash point)
|
Klas IV
|
(Bahan mudah terbakar selain klas
II dan III)
|
- Zat padat mudah terbakar
- Zat yang mudah terbakar
dengan sendirinya
- Zat yang bila bereaksi dengan
air dapat mengeluarkan gas mudah terbakar
|
Klas V
|
(Zat pengoksidasi)
|
- Oksidator bahan anorganik
- Peroksida organik
|
Klas VI
|
(Zat racun)
|
- Zat beracun
- Zat menyebabkan infeksi
|
Klas VII
|
(Zat radioaktif)
|
Aktifitas : 0.002 microcury/g
|
Klas VIII
|
(Zat korosif)
|
Bereaksi dan merusak
|
1.4
Penyimpanan Bahan Kimia Berbahaya[7]
Mengelompokkan
bahan kimia berbahaya di dalam penyimpanannya mutlak diperlukan, sehingga
tempat/ruangan yang ada dapat di manfaatkan sebaik-baiknya dan aman.
Mengabaikan sifat-sifat fisik dan kimia dari bahan yang disimpan akan
mengandung bahaya seperti kebakaran, peledakan, mengeluarkan gas/uap/debu
beracun, dan berbagai kombinasi dari pengaruh tersebut.
Penyimpanan bahan kimia berbahaya sebagai berikut :
1. Bahan Kimia Beracun (Toxic)
Bahan ini dalam kondisi normal atau dalam kondisi
kecelakaan ataupun dalam kondisi kedua-duanya dapat berbahaya terhadap
kehidupan sekelilingnya. Bahan beracun harus disimpan dalam ruangan yang
sejuk, tempat yang ada peredaran hawa, jauh dari bahaya kebakaran dan bahan
yang inkompatibel (tidak dapat dicampur) harus dipisahkan satu sama lainnya.
Jika panas mengakibatkan proses penguraian pada bahan
tersebut maka tempat penyimpanan harus sejuk dengan sirkulasi yang baik, tidak
terkena sinar matahari langsung dan jauh dari sumber panas[8].
2.
Bahan Kimia Korosif (Corrosive)
Beberapa
jenis dari bahan ini mudah menguap sedangkan lainnya dapat bereaksi dahsyat
dengan uap air. Uap dari asam dapat menyerang/merusak bahan struktur dan
peralatan selain itu beracun untuk tenaga manusia. Bahan ini harus
disimpan dalam ruangan yang sejuk dan ada peredaran hawa yang cukup untuk
mencegah terjadinya pengumpulan uap. Wadah/kemasan dari bahan ini harus
ditangani dengan hati-hati, dalam keadaan tertutup dan dipasang label.
Semua logam disekeliling tempat penyimpanan harus dicat dan diperiksa akan
adanya kerusakan yang disebabkan oleh korosi.
Penyimpanannya
harus terpisah dari bangunan lain dengan dinding dan lantai yang tahan terhadap
bahan korosif, memiliki perlengkapan saluran pembuangan untuk tumpahan, dan
memiliki ventilasi yang baik. Pada tempat penyimpanan harus tersedia
pancaran air untuk pertolongan pertama bagi pekerja yang terkena bahan tersebut[9].
3.
Bahan Kimia Mudah Terbakar (Flammable)
Praktis
semua pembakaran terjadi antara oksigen dan bahan bakar dalam bentuk uapnya
atau beberapa lainnya dalam keadaan bubuk halus. Api dari bahan padat
berkembang secara pelan, sedangkan api dari cairan menyebar secara cepat dan
sering terlihat seperti meledak. Dalam penyimpanannya harus diperhatikan
sebagai berikut :
a.
Disimpan pada tempat yang cukup dingin untuk mencegah penyalaan tidak sengaja
pada waktu ada uap dari bahan bakar dan udara
b.
Tempat penyimpanan mempunyai peredaran hawa yang cukup, sehingga bocoran uap
akan diencerkan konsentrasinya oleh udara untuk mencegah percikan api
c.
Lokasi penyimpanan agak dijauhkan dari daerah yang ada bahaya kebakarannya
d.
Tempat penyimpanan harus terpisah dari bahan oksidator kuat, bahan yang mudah
menjadi panas dengan sendirinya atau bahan yang bereaksi dengan udara atau uap
air yang lambat laun menjadi panas
e.
Di tempat penyimpanan tersedia alat-alat pemadam api dan mudah dicapai
f. Singkirkan semua sumber api dari tempat penyimpanan
g. Di daerah penyimpanan dipasang tanda dilarang merokok
h. Pada daerah penyimpanan dipasang sambungan tanah/arde
serta dilengkapi alat deteksi asap atau api otomatis dan diperiksa secara
periodik
4. Bahan Kimia Peledak (Explosive)[10]
Terhadap bahan tersebut ketentuan penyimpananya sangat
ketat, letak tempat penyimpanan harus berjarak minimum 60[meter] dari sumber
tenaga, terowongan, lubang tambang, bendungan, jalan raya dan bangunan, agar
pengaruh ledakan sekecil mungkin. Ruang penyimpanan harus merupakan
bangunan yang kokoh dan tahan api, lantainya terbuat dari bahan yang tidak
menimbulkan loncatan api, memiliki sirkulasi udara yang baik dan bebas dari
kelembaban, dan tetap terkunci sekalipun tidak digunakan. Untuk
penerangan harus dipakai penerangan alam atau lampu listrik yang dapat dibawa
atau penerangan yang bersumber dari luar tempat penyimpanan. Penyimpanan
tidak boleh dilakukan di dekat bangunan yang didalamnya terdapat oli, gemuk, bensin,
bahan sisa yang dapat terbakar, api terbuka atau nyala api. Daerah tempat
penyimpanan harus bebas dari rumput kering, sampah, atau material yang mudah
terbakar, ada baiknya memanfaatkan perlindungan alam seperti bukit, tanah
cekung belukar atau hutan lebat.
5. Bahan Kimia Oksidator (Oxidation)
Bahan ini adalah sumber oksigen dan dapat memberikan
oksigen pada suatu reaksi meskipun dalam keadaan tidak ada udara.
Beberapa bahan oksidator memerlukan panas sebelum menghasilkan oksigen,
sedangkan jenis lainnya dapat menghasilkan oksigen dalam jumlah yang banyak
pada suhu kamar. Tempat penyimpanan bahan ini harus diusahakan agar
suhunya tetap dingin, ada peredaran hawa, dan gedungnya harus tahan api.
Bahan ini harus dijauhkan dari bahan bakar, bahan yang mudah terbakar dan bahan
yang memiliki titik api rendah.
Alat-alat pemadam kebakaran biasanya kurang efektif dalam
memadamkan kebakaran pada bahan ini, baik penutupan ataupun pengasapan, hal ini
dikarenakan bahan oksidator menyediakan oksigen sendiri.
6.
Bahan Kimia Reaktif Terhadap Air (Water Sensitive Substances)
Bahan
ini bereaksi dengan air, uap panas atau larutan air yang lambat laun
mengeluarkan panas atau gas-gas yang mudah menyala. Karena banyak dari
bahan ini yang mudah terbakar maka tempat penyimpanan bahan ini harus tahan
air, berlokasi ditanah yang tinggi, terpisah dari penyimpanan bahan lainnya,
dan janganlah menggunakan sprinkler otomatis di dalam ruang simpan.
7.
Bahan Kimia Reaktif Terhadap Asam (Acid Sensitive Substances)
Bahan
ini bereaksi dengan asam dan uap asam menghasilkan panas, hydrogen dan gas-gas
yang mudah menyala. Ruangan penyimpanan untuk bahan ini harus diusahakan
agar sejuk, berventilasi, sumber penyalaan api harus disngkirkan dan diperiksa
secara berkala. Bahan asam dan uap dapat menyerang bahan struktur
campuran dan menghasilkan hydrogen, maka bahan asam dapat juga disimpan dalam
gudang yang terbuat dari kayu yang berventilasi. Jika konstruksi gudang
trbuat dari logam maka harus di cat atau dibuat kebal dan pasif terhadap bahan
asam.
8.
Gas Bertekanan (Compressed Gases)
Silinder
dengan gas-gas bertekanan harus disimpan dalam keadaan berdiri dan diikat
dengan rantai atau diikat secara kuat pada suatu penyangga tambahan.
Ruang penyimpanan harus dijaga agar sejuk , bebas dari sinar matahari langsung,
jauh dari saluran pipa panas di dalam ruangan yang ada peredaran hawanya.
Gedung penyimpanan harus tahan api dan harus ada tindakan preventif agar
silinder tetap sejuk bila terjadi kebakaran, misalnya dengan memasang
sprinkler.
9.
Bahan Kimia Radioaktif (Radioactive Substances)[11]
Radiasi
dari bahan radioaktif dapat menimbulkan efek somatik dan efek genetik, efek
somatik dapat akut atau kronis. Efek somatik akut bila terkena radiasi
200[Rad] sampai 5000[Rad] yang dapat menyebabkan sindroma system saraf sentral,
sindroma gas trointestinal dan sindroma kelainan darah, sedangkan efek somatik
kronis terjadi pada dosis yang rendah. Efek genetik mempengaruhi alat
reproduksi yang akibatnya diturunkan pada keturunan. Bahan ini meliputi
isotop radioaktif dan semua persenyawaan yang mengandung radioaktif.
Pemakai zat radioaktif dan sumber radiasi harus memiliki instalasi fasilitas
atom, tenaga yang terlatih untuk bekerja dengan zat radioaktif, peralatan
teknis yang diperlukan dan mendapat izin dari BATAN. Penyimpanannya harus
ditempat yang memiliki peralatan cukup untuk memproteksi radiasi, tidak dicampur
dengan bahan lain yang dapat membahayakan, packing/kemasan dari bahan
radioaktif harus mengikuti ketentuan khusus yang telah ditetapkan dan keutuhan
kemasan harus dipelihara. Peraturan perundangan mengenai bahan radioaktif
diantaranya :
- Undang-Undang Nomor 31/64
Tentang Ketentuan Pokok Tenaga Atom
- Peraturan
Pemerintah No. 11 Tahun 1975 Tentang Keselamatan Kerja terhadap radiasi
- Peraturan
pemerintah No. 12 Tahun 1975 Tentang izin Pemakaian Zat Radioaktif dan
atau Sumber Radiasi lainnya
- Peraturan Pemerintah No. 13
Tahun 1975 Tentang Pengangkutan Zat Radioaktif
Maka
Peta Keterkaitan Kegiatan untuk tata letak penyimpanan material kimia
berbahaya berdasarkan ketentuan safety tersebut di atas adalah sebagai berikut
:
Gambar Peta keterkaitan kegiatan untuk penyimpanan raw
material.
1.5 Lembar Data Bahaya[12]
Lembar data bahaya (Hazard Data Sheets/HDSs) terkadang disebut
Material Safety Data Sheets (MSDSs) atau Chemical Safety Data Sheet (CSDSs)
adalah lembar informasi yang detail tentang bahan-bahan kimia. Umumnya
lembar ini disiapkan dan dibuat oleh pabrik kimia atau suatu program, seperti
International Programme On Chemical Safety (IPCS) yang aktifitasnya terkait
dengan World Health Organization (WHO), International Labour Organization
(ILO), dan United Environment Programme (UNEP). HDSs/MSDSs/CSDSs merupakan sumber
informasi tentang bahan kimia yang penting dan dapat diakses tetapi kualitasnya
dapat bervariasi. Jika anda menggunakan HDSs, berhati-hatilah terhadap
keterbatasannya, sebagai contoh, HDSs sering sulit untuk dibaca dan dimengerti.
Keterbatasan lain yang serius adalah seringnya tidak memuat informasi yang
cukup tentang bahaya dan peringatan penting yang anda butuhkan ketika bekerja
dengan bahan kimia tertentu. Untuk mengatasi keterbatasan ini, kapanpun
dimungkinkan untuk menggunakan sumber informasi lain secara bersama-sama dengan
HDSs. Suatu ide yang baik untuk mewakili kasehatan dan keselamatan dengan
menyimpan lembar data bahaya pada setiap penggunaan bahan kimia di tempat
kerja.
Informasi berikut harus muncul pada semua lembar data
bahaya, akan tetapi urutan dapat berbeda dari yang dijelaskan dibawah ini.
Bagian 1 : Identifikasi produk dan pabrik
Identifikasi produk : nama produk tertera disini
dengan nama kimia atau nama dagang, nama yang tertera harus sama dengan nama
yang ada pada label. Lembar data bahaya juga harus mendaftar sinonim
produk atau substansinya, sinonim adalah nama lain dengan substansi yang
diketahui. Contohnya Methyl alcohol juga dikenal sebagai Metanol atau Alkohol
kayu.
Identifikasi pabrik : nama pabrik atau supplier,
alamat, nomor telepon, tanggal HDSs dibuat, dan nomor darurat untuk menelepon
setelah jam kerja, merupakan ide yang baik bagi pengguna produk untuk menelepon
pabrik pembuat produk sehingga mendapatkan informasi tentang produk tersebut
sebelum terjadi hal yang darurat.
Bagian 2 : Bahan-bahan berbahaya
Untuk produk campuran, hanya bahan-bahan berbahaya saja
yang tercantum pada daftar khusus bahan kimia, dan yang didata bila
komposisinya ≥ 1% dari produk. Pengecualian untuk zat karsinogen yang
harus di daftar jika komposisinya 0,1% dari campuran. Batas konsentrasi
yaitu Permissible Exposure Limit (PEL)[13] dan The
Recommended Threshold Limit Value (TLV )[14] harus didata
dalam HDSs.
Bagian 3 : Data Fisik
Bagian ini mendata titik didih, tekanan, density, titik
cair, tampilan, bau, dan lain-lain. Informasi pada bagian ini membantu
anda mengerti bagaimana sifat bahan kimia dan jenis bahaya yang ditimbulkannya.
Bagian 4 : Data Kebakaran Dan Ledakan
Bagian ini mendata titik nyala api dan batas mudah
terbakar atau meledak, serta menjelaskan kepada anda bagaimana memadamkan
api. Informasi pada bagian ini dibutuhkan untuk mencegah, merencanakan
dan merespon kebakaran atau ledakan dari bahan-bahan kimia.
Bagian 5 : Data Reaktifitas
Bagian ini menjelaskan kepada anda apakah suatu substansi
stabil atau tidak, bila tidak, bahaya apa yang ditimbulkan dalam keadaan tidak
stabil. Bagian ini mendata ketidakcocokan substansi, substansi mana yang
tidak boleh diletakkan atau digunakan secara bersamaan. Informasi ini
penting untuk penyimpanan dan penanganan produk yang tepat.
Bagian 6 : Data Bahaya Kesehatan
Rute tempat masuk (pernafasan, penyerapan kulit atau
ingestion), efek kesehatan akut dan kronik, tanda-tanda dan gejala awal, apakah
produknya bersifat karsinogen, masalah kesehatan yang makin buruk bila terkena,
dan pertolongan pertama yang direkomendasikan/prosedur gawat darurat,
semuanya seharusnya terdaftar di bagian ini.
Bagian 7 : Tindakan Pencegahan Untuk Penanganan
Informasi dibutuhkan untuk memikirkan rencana respon
gawat darurat, prosedur pembersihan, metode pembuangan yang aman, yang
dibutuhkan dalam penyimpanan, dan penanganan tindakan pencegahan harus
detail pada bagian ini. Akan tetapi sering kali pabrik pembuat produk
meringkas informasi ini dengan satu pernyataan yang simple, seperti hindari
menghirup asap atau hindari kontak dengan kulit.
Bagian 8 : Pengukuran Kontrol
Metode yang direkomendasikan untuk control bahaya
termasuk ventilasi, praktek kerja dan alat pelindung diri/Personal Protective
Equipment (PPE) dirincin pada bagian ini. Tipe respirator, baju pelindung
dan sarung tangan material yang paling resisten untuk produk harus
diberitahu. Lebih dari rekomendasi perlindungan material yang paling
resisten, HDSs boleh dengan simple menyatakan bahwa baju dan sarung
tangan yang tidak dapat ditembus harus digunakan. Bagian ini cenderung menekankan
alat pelindung diri daripada control engineering.
1.6 Pemasangan Label dan Tanda Pada Bahan Berbahaya[15]
Pemasangan label dan tanda dengan memakai lambang atau
tulisan peringatan pada wadah atau tempat penyimpanan untuk bahan berbahaya
adalah tindakan pencegahan yang esensial. Tenaga kerja yang bekerja pada
proses produksi atau pengangkutan biasanya belum mengetahui sifat bahaya dari
bahan kimia dalam wadah/packingnya, demikian pula para konsumen dari barang
tersebut, dalam hal inilah pemberian label dan tanda menjadi sangat penting.
Peringatan tentang bahaya dengan label dan tanda
merupakan syarat penting dalam perlindungan keselamatan kerja, namun hal
tersebut tidak dapat dianggap sebagai perlindungan yang sudah lengkap, usaha
perlindungan keselamatan lainnya masih tetap diperlukan. Lambang yang
umum dipakai untuk bahan kimia yang memiliki sifat berbahaya adalah sebagai
berikut[16] :
.
.
Gambar 2.14 Tanda bahaya dari bahan kimia
Keterangan :
E = Dapat Meledak
T = Beracun
F+ = Sangat Mudah
Terbakar
C = Korosif
F = Mudah
Terbakar
Xi = Iritasi
O =
Pengoksidasi
Xn = Berbahaya Jika Tertelan
T+ = Sangat
Beracun
N = Berbahaya Untuk Lingkungan
2. KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA BIDANG KIMIA
2.1 Pengertian Keselamatan Kerja[17]
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian
dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, tempat kerja
dan lingkungannya serta tata cara melakukan pekerjaan.
Tujuan keselamatan kerja adalah :
1. Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam
melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta
produktivitas nasional.
2. Menjamin keselamatan setiap orang lain yang berada
ditempat kerja.
3. Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara
aman dan efisien.
Sasaran keselamatan kerja adalah semua tempat kerja baik
di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, dan di udara yang
menyangkut proses produksi dan distribusi baik barang maupun jasa.
Asas pokok keselamatan kerja dicetuskan dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata dengan ketentuan yang mewajibkan pengusaha untuk
mengatur dan memelihara ruangan, alat perkakas di mana ia menyuruh pekerja
melakukan pekerjaan, demikian pula mengenai petunjuk-petunjuk, sehingga pekerja
terlindung dari bahaya yang mengancam badan, kehormatan, dan harta bendanya
mengingat sifat pekerjaan yang selayaknya diperlukan. Sanksi terhadap
tidak dipenuhinya kewajiban tesebut, ialah pengusaha wajib mengganti kerugian
yang menimpa pekerja dalam menjalankan pekerjaannya, kecuali pengusaha dapat
membuktikan bahwa tidak terpenuhinya kewajiban tersebut disebabkan oleh keadaan
yang memaksa atau kerugian yang dimaksud sebagian besar disebabkan karena
kesalahan pekerja sendiri[18]
2.2 Pengertian Kesehatan Kerja[19]
Kesehatan kerja adalah perlindungan bagi pekerja terhadap
pemerasan/eksploitasi tenaga kerja oleh pengusaha. Larangan
memperkerjakan anak dibawah umur, pembatasan melakukan pekerjaan bagi orang
muda dan wanita, pengaturan mengenai waktu kerja, waktu isirahat, cuti haid,
bersalin dan keguguran kandungan bagi wanita, dimaksudkan untuk menjaga
kesehatan, keselamatan dan serta moral kerja dari pekerja sesuai dengan harkat
dan martabatnya serta layak bagi kemanusiaan.
2.3 Pengertian Kecelakaan Kerja[20]
Kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang berhubungan
dengan hubungan kerja pada suatu perusahaan, hubungan kerja disini berarti
bahwa kecelakaan dapat dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu pelaksanaan
pekerjaan.
Kecelakaan adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak
diharapkan. Tidak terduga karena kejadian tersebut tidak terdapat unsur
kesengajaan apalagi perencanaan, tidak diharapkan karena kejadian tersebut
disertai kerugian material ataupun penderitaan dari yang teringan sampai yang
terberat.
Bahaya pekerjaan adalah faktor-faktor dalam hubungan pekerjaan
yang dapat mendatangkan kecelakaan kerja. Bahaya tersebut disebut bahaya
potensial jika bahaya tersebut belum mendatangkan kecelakaan, jika kecelakaan
telah terjadi maka bahaya tersebut adalah bahaya nyata.
2.4 Kebijakan Pemerintah Indonesia Dalam Menghadapi Bahan
Kimia[21]
Kebijakan pemerintah indonesia di bidang keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) merupakan salah satu bagian dari kebijakan pemerintah di
bidang perlindungan tenaga kerja yang telah digariskan oleh Garis-Garis Besar
Haluan Negara (GBHN), yang antara lain berbunyi sebagai berikut :
” Upaya perlindungan tenaga kerja perlu terus
ditingkatkan melalui perbaikan syarat kerja termasuk upah, gaji dan jaminan
sosial, kondisi kerja termasuk kesehatan, keselamatan dan lingkungan kerja,
serta hubungan kerja dalam rangka peningkatan kesejahteraan para pekerja secara
menyeluruh.”
Berdasarkan GBHN tersebut oleh pimpinan Departemen Tenaga
Kerja digariskan sebagai kebijakan Derparteman Tenaga Kerja yang antara lain
menyangkut keselamatan dan kesehatan kerja sebagai salah satu prioritas.
Penanganan bahan kimia khususnya bahan kimia berbahaya
merupakan sasaran utama dalam rangka penanganan keselamatan dan kesehatan
kerja. Hal ini disebabkan karena bahan kimia merupakan sumber dari
malapetaka yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan kerja, seperti
kebakaran, peledakan, gangguan kesehatan yang merupakan penyakit akibat kerja.
Kebijakan penanganan bahan kimia khususnya dalam
penggunaan dibidang industri/perusahaan pada dasarnya meliputi kebijakan :
- Pembuatan
peraturan/perundang-undangan
- Pengawasan
- Pendidikan/penyuluhan/training
- Survei/penelitian
- Informasi
- Standarisasi
- Kampanye
Ada
beberapa peraturan perundangan ketenagakerjaan khususnya yang menyangkut
perlindungan tenaga kerja di bidang keselamatan dan kesehatan kerja serta
penanganan bahan berbahaya. Peraturan perundangan tersebut antara lain
adalah sebagai berikut :
- UU No. 14/1969 tentang
Pokok-pokok Ketenagakerjaan, khususnya pasal 9 dan 10
- UU No. 1/1970 tentang
Keselamatan Kerja
- UU dan
Peraturan Uap tahun 1930
- UU Petasan tahun 1932
- UU tentang Timah Putih tahun
1931
- Peraturan
Pemerintah No. 7 tahun 1973 tentang Pengawasan atas Peredaran dan
Penggunaan Pestisida
- Peraturan
Pemerintah No. 11 tahun 1975 tentang Keselamatan Kerja terhadap Radiasi
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.01/Men/198 tentang Kewajiban
Melaporkan Penyakit Akibat Kerja
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja No. Per.03/Men/1985 tentang Keselamatan dan Kesehatan
Pemakaian Asbes
- Peraturan
Menteri Tenaga Kerja No. Per.03/Men/1986 tentang Keselamatan dan Kesehatan
di tempat kerja yang mengelola pestisida
- Surat
Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. SE. 02/Men/1978 tentang
Nilai Ambang Batas Bahan Kimia
Selain peraturan perundangan di atas masih ada beberapa
peraturan yang dikeluarkan oleh instansi di luar Departemen Tenaga Kerja yang
masih menyangkut keselamatan dan kesehatan kerja serta penanganan bahan
berbahaya.
2.5 Undang-Undang Keselamatan Kerja Nomor 1 Tahun 1970[22]
Kebijakan pemerintah dalam peraturan perundangan
ketenagakerjaan yang menyangkut perlindungan tenaga kerja di bidang keselamatan
dan kesehatan kerja banyak jumlahnya, tetapi pada dasar teori ini penulis hanya
menyajikan Undang-undang nomor 1 tahun 1970 yang menurut penulis dirasa cukup
untuk mewakili penelitian ini.
Undang-undang nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja diundangkan pada tahun 1970 sebagai pengganti Veilighedsreglement
Stbl.No.406 yang berlaku sejak tahun 1910. Latar belakang penggantian
Veilighedsreglement tersebut sebagaimana dikemukakan dalam penjelasan umum
undang-undang no.1 tahun 1970 dikarenakan telah banyak hal yang sudah
terbelakang dan perlu diperbaharui sesuai perkembangan peraturan perlindungan
tenaga kerja lainnya dan perkembangan serta kemajuan teknik dan industrialisasi
di Indonesia dewasa ini dan untuk selanjutnya.
Pasal-pasal dari undang-undang no.1 tahun 1970 yang
berkaitan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Pasal 2
ayat 1,
Yang diatur oleh undang-undang ini adalah keselamatan kerja dalam segala
tempat kerja , baik didarat, di dalam tanah, di permukaan air, di
dalam air maupun di udara , yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum
Republik Indonesia.
- Pasal 2
ayat 2,
Ketentuan-ketentuan dalam ayat 1 tersebut berlaku dalam tempat kerja
dimana :
b. Dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan,
diangkut, atau di simpan bahan atau barang yang dapat meledak, mudah terbakar,
menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuku tinggi.
f. Dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia,
baik di daratan, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun udara.
g. Dikerjakan bongkar muat barang muatan di kapal,
perahu, dermaga, dok stasiun atau gudang.
m. Terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu ,
kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara
atau getaran.
- Pasal 3, Dengan
peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk :
a. Mencegah dan mengurangi kecelakaan
b. Mencegah mengurangi dan memadamkan kebakaran
c. Mencegah dan mengurangi bahaya kebakaran
n. Mengamankan memperlancar pengangkutan orang, binatang,
tanaman, atau barang.
o. Mengamankan dan memelihara segala jenis bagunan
p. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat,
perlakuan dan penyimpanan barang.
Pasal 4 ayat 1, Dengan peraturan perundangan ditetapkan
syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan,
peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan
penyimpanan bahan, barang, produk teknis, dan aparat produksi yang mengandung
dan menimbulkan bahaya kecelakaan.
[1] Ridwan, Diktat Keselamatan Kerja Dan Pencegahan
Kecelakaan (Jakarta, 1995) hal. 26.
[2] Milos Nedved, Soemanto Imamkhasani, Fundamentals
Chemical Safety And Major Hazard Control (Jakarta, 1991) hal. 3 – 4.
[3] Ridwan, Diktat Keselamatan Kerja Dan Pencegahan
Kecelakaan (Jakarta, 1995) hal. 35.
[4] Milos Nedved, Soemanto Imamkhasani, Fundamentals
Chemical Safety And Major Hazard Control (Jakarta, 1991) hal. 57 – 69.
[5] Bahan kimia beracun dan gangguannya terhadap kesehatan
dapat dilihat pada tabel 1. Ibid., hal. 150 – 151.
[6] Milos Nedved, Soemanto Imamkhasani, Fundamentals
Chemical Safety And Major Hazard Control (Jakarta, 1991) hal. 67 – 68.
[7] Milos Nedved, Soemanto Imamkhasani, Fundamentals
Chemical Safety And Major Hazard Control (Jakarta, 1991) hal. 179 – 185.
[8] Ridwan, Diktat Keselamatan Kerja Dan Pencegahan Kecelakaan
(Jakarta, 1995) hal. 29 – 30.
[9] Ridwan, Diktat Keselamatan Kerja Dan Pencegahan
Kecelakaan (Jakarta, 1995) hal. 30.
[11] Ridwan, Diktat Keselamatan Kerja Dan Pencegahan
Kecelakaan (Jakarta, 1995) hal. 36 – 37.
[12] Rosskam F., Chamicals In The Workplace (Geneva, 1996) hal. 21 –
24.
[13] PEL adalah jumlah maksimum substansi yang diizinkan dalam
udara di tempat kerja, PEL dilaksanakan secara legal.
[14] TLV adalah nilai ambang batas yang direkomendasikan dan
dilaksanakan secara ilegal. TLV direncanakan oleh agensi pribadi,
dimaksudkan untuk mewakili konsentrasi substansi dimana setiap harinya pekerja
dapat dinyatakan tanpa efek samping yang merugikan kesehatan.
[15] Ridwan, Diktat Keselamatan Kerja Dan Pencegahan
Kecelakaan (Jakarta, 1995) hal. 27 – 28.
[16] Safety Department, Buku Panduan Safety (Banten,
2003) hal. 3 – 4.
[17] Ridwan, Diktat Keselamatan Kerja Dan Pencegahan
Kecelakaan (Jakarta, 1995) hal. 36.
[18] Soesanto Ismadi, et al., Hukum Ketenagakerjaan
(Jakarta, 1992) hal. 149 – 150.
[19] Soesanto Ismadi, et al., Hukum Ketenagakerjaan
(Jakarta, 1992) hal. 150 – 151.
[20] Ridwan, Diktat Keselamatan Kerja Dan Pencegahan
Kecelakaan (Jakarta, 1995) hal. 6.
[21] Milos Nedved, Soemanto Imamkhasani, Fundamentals
Chemical Safety And Major Hazard Control (Jakarta, 1991) hal. 131 – 137.
[22] Imam Sjahputra, Amin Widjaja, Peraturan
Perundang-undangan Ketenagakerjaan Baru Di Indonesia (Jakarta, 2004) hal. 120 – 130.