KUVET MURAH

KUVET KUARSA / GELAS dan DISPOSIBLE KUALITAS TERBAIK DENGAN HARGA BERSAING
MULAI DARI Rp 100.000,-
Hubungi 082295039612

Rabu, 09 Mei 2012

HAEMATOLOGI


Hematologi, juga dieja hematologi, adalah cabang kedokteran internal, fisiologi, patologi, pekerjaan laboratorium klinis, dan pediatri yang berkaitan dengan studi tentang darah, organ pembentuk darah, dan penyakit darah. Hematologi meliputi studi tentang etiologi, diagnosis, pengobatan, prognosis, dan pencegahan penyakit darah. Pekerjaan laboratology yang masuk ke studi tentang darah sering dilakukan oleh teknolog medis. Ahli Darah dokter juga sangat sering melakukan studi lebih lanjut di onkologi - pengobatan medis kanker.
Darah penyakit''''mempengaruhi produksi darah dan komponen-komponennya, seperti sel-sel darah, hemoglobin, protein darah, mekanisme koagulasi, dll
Dokter spesialis dalam hematologi dikenal sebagai Ahli Darah. pekerjaan rutin mereka terutama mencakup perawatan dan pengobatan pasien dengan penyakit hematologi, meskipun beberapa juga dapat bekerja di laboratorium hematologi darah dan melihat film slide sumsum tulang di bawah mikroskop, menafsirkan berbagai hasil tes hematologi. Di beberapa lembaga, Ahli Darah juga mengelola laboratorium hematologi. Dokter yang bekerja di laboratorium hematologi, dan paling sering mengelola mereka, adalah patolog spesialis dalam diagnosis penyakit hematologi, disebut sebagai hematopathologists. Ahli Darah dan hematopathologists umumnya bekerja bersama untuk merumuskan diagnosa dan memberikan terapi yang paling tepat jika diperlukan. Hematologi adalah subspesialisasi berbeda penyakit dalam, yang terpisah dari tetapi tumpang tindih dengan subspesialisasi onkologi medis. Ahli Darah mungkin spesialisasi lebih lanjut atau memiliki kepentingan khusus, misalnya dalam:
  • mengobati gangguan perdarahan seperti hemofilia dan purpura idiopatik thrombocytopenic
  • mengobati malignacies hematologi seperti limfoma dan leukemia
  • mengobati hemoglobinopathies
  • dalam ilmu transfusi darah dan pekerjaan bank darah
  • dalam sumsum tulang dan transplantasi sel induk
(Hematologi berasal dari kata Yunani ἁίμα (''''haima) yang berarti "darah" dan λόγος (logos''''), akar yang biasa digunakan untuk menunjukkan bidang studi.)
Common Hematologi Hematologi Dasar Pengujian Klinik
Dalam sebuah laboratorium klinis departemen hematologi melakukan berbagai tes yang berbeda pada darah. Tes yang paling umum dilakukan adalah hitung darah lengkap (CBC) juga disebut hitung darah lengkap (FBC). Studi pembekuan darah adalah sub-spesialisasi hematologi; dasar tes koagulasi umum adalah waktu protrombin (PT) dan waktu tromboplastin parsial (PTT). Tes lain hematologi umum di tingkat sedimentasi eritrosit (ESR).
Dalam sebuah bank darah tes Coombs adalah tes yang paling umum dilakukan.

BILA LEUKOSIT SUSUT ATAU MELEJIT...

Sel darah putih atau Leukosit merupakan " bala tentara" kita. Tugasnya melindungi tubuh agar tahan menghadapi serangan kuman, entah itu virus, bakteri, atau sejenisnya.Pendek kata leukosit berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh.


Dalam melakukan aktivitas sehari-hari manusia tidak luput dari serangan berbagai macam kuman pembawa bibit penyakit. Beruntung, tidak setiap serangan tersebut bisa merobohkan tubuh, berkat pasukan tempur yang selalu siap melawan kuman. Pasukan tempur itu adalah sel darah putih yang dikenal dengan sebutan leukosit.

Sebagai gambaran, luka akibat goresan merupakan pintu masuk bagi kuman. Nah, di daerah luka itulah sel darah putih akan berkumpul dan berperang melawan kuman hingga tuntas. Bagian tubuh yang luka seringkali tampak merah dan membengkak serta seringkali mengeluarkan nanah. Itu merupakan efek dari peperangan kuman melawan sel darah putih.

Jika sel darah putih menang, kuman akan hilang dan tubuh kembali normal. Sebaliknya, jika sel darah putih kalah, diperlukan obat-obatan dari luar untuk membantu sel darah putih melawan kuman. Bisa dibayangkan betapa pentingnya sel darah putih dalam tubuh kita.



GANGGUAN SUMSUM TULANG

Sebagian orang pernah mengalami kekurangan sel darah putih atau disebut Leukopenia. Kondisi ini terjadi bila jumlah sel darah putih kurang dari 5.000 dalam setiap tetes darah. Manusia normalnya memiliki sel darah putih berjumlah 5.000 hingga 10.000 dalam setiap tetes darahnya.
Leukopenia bisa disebabkan sumsum tulang mengalami gangguam. Sum-sum tulang merupakan produsen sel darah putih. Jika sum-sum tulang bermasalah, otomatis jumlah sel darah putih akan mengalami gangguan juga.

Leukopenia bisa juga disebabkan oleh infeksi. Infeksi dari kuman atau bakteri bisa menyebabkan penurunan jumlah sel darah putih. Kurangnya sel darah putih juga bisa terjadi karena adanya penyakit autoimun seperti HIV/AIDS atau lupus.

Pengaruh obat-obatan seperti efek dari kemoterapi pun bisa menyebabkan terjadinya leukopenia.
Beberapa jenis obat yang digunakan pada kemoterapi bisa merusak sum-sum tulang, sehingga produksi sel darah merah menurun. Meski demikian, kondisi ini tidak selalu terjadi pada setiap orang, bergantung kondisi masing-masing pasien.

Namun, keadaan ini tidak berlangsung lama pada pasien yang menjalani kemoterapi. Biasanya jumlah sel darah putih akan menurun selama beberapa hari. Ini disebabkan oleh efek obat kemoterapi, tetapi kemudian leukosit akan kembali pada jumlah normal lagi.


KANKER DARAH


Penyebab lain dari leukopenia adalah kanker, terutama kanker darah. Banyak orang beranggapan bahwa kanker akan memicu jumlah leukosit. Padahal kanker juga bisa menurunkan kadar leukosit. Apalagi jika kanker tersebut sudah menyerang sumsum tulang dan menyebar ke seluruh tubuh. Penyebab ini yang seringkali luput atau menipu perhatian dokter.

Kekurangan sel darah putih bisa menyebabkan seseorang rentan terserang penyakit ataupun infeksi. Bahkan penyakit ringan seperti flu saja bisa membuat pasien leukopenia menderita hebat.

Ini diakibatkan kurangnya pasukan tempur dalam tubuh. Penyakit yang seharusnya bisa dengan mudah ditangani oleh tubuh menjadi sulit sembuh.


ATASI PENYEBABNYA


Leukopenia seringkali diketahui ketika pasien memeriksakan diri ke dokter karena keluhan penyakit. Penyakit yang dialami itu kerap kali merupakan gejala dari leukopenia.
Cara tercepat untuk mengetahuinya adalah dengan melakukan tes jumlah darah putih. Kemudian dokter akan memeriksa penyebab terjadinya penurunan jumlah sel darah putih. Jika sudah diketahui, barulah bisa ditentukan cara pengobatannya.

Untuk saat ini cara paling efektif untuk menangani leukopenia adalah dengan mengatasi penyebabnya. Jika leukopenia disebabkan oleh infeksi, obati saja infeksinya. Jika disebabkan oleh kanker, obatilah kankernya.

Belu ada pola makan atau diet yang berhubungan untuk menambah jumlah sel darah putih. Kalau leukopenia dikarenakan kanker, pola makan tidak bisa menaikkan jumlah leukosit. Karena itu mengonsumsi makanan sehat dan bergizi seimbang lebih untuk membantu proses pemulihan.

PENYEBAB LEUKOSIT TURUN NAIK

Kadar sel darah putih atau leukosit yang terlalu tinggi atau leukositosis, bisa mengindikasikan:

* Naiknya produksi leukosit guna melawan infeksi.
* Reaksi obat-obatan.
* Penyakit pada sumsum tulang, sehingga produksi leukosit menjadi abnormal.
* Gangguan sistem imun.

Pemicu spesifik yang meningkatkan kadar sel darah putih, yaitu:

* Leukemia limfositik akut/ kronis.
* Leukemia myelogenous akut/ kronis.
* Alergi parah.
* Obat kortikosteroid dan epinefrin.
* Campak.
* Infeksi bakteri.
* Infeksi virus
* Rematoid artritis.
* Penyakit TBC.
* Batuk rejan.
* Kerusakan jaringan, misalnya akibat luka bakar.
* Stress psikis dan fisik.
* Merokok.


Sementara kadar sel darah putih bisa juga turun di bawah normal ( kurang dari 3.500 sel per mikroliter darah) karena :

* Infeksi virus.
* Kelainan kongenital yang terkait dengan fungsi sumsum tulang.
* Kanker.
* Gangguan autoimun.
* Obat-obatan yang merusak sel darah putih.

Pemicu spesifik yang menurunkan leukosit :
* Alergi berat.
* Anemia aplastis.
* Kemoterapi.
* Obat-obatan antibiotik, diuretik, dan prednison.
* HIV/AIDS.
* Hipertiroid.
* Penyakit infeksi.
* Penyakit lupus
* Terapi radiasi.
* Rematoid artritis.
* Kekurangan vitamin.


BELUM TENTU LEUKEMIA

Sel darah putih atau leukosit bertugas melindungi tubuh dari serangan bakteri dan virus. Jumlah sel darah putih akan meningkat jika tubuh diserang kuman. Ini dilakukan untuk mengimbangi jumlah kuman yang masuk. Kondisi jumlah leukosit di atas batas normal disebut leukemia atau leukositosis.

Sel darah putih juga bisa berkembang biak melebihi batas normal, meski tubuh tidak diserang infeksi. Sumsum tulang belakang memproduksi sel-sel darah putih dalam jumlah yang sangat banyak.
Sayangnya tidak semua sel darah putih tersebut layak disebut sel normal.
Kebanyakan dari mereka tidak normal atau tidak berfungsi selayaknya.

Jika berlangsung terus jumlah sel darah putih abnormal ini akan menumpuk dan berbalik menyerang fungsi organ tubuh kita sendiri. Hal ini bisa disebabkan banyak hal. Yang paling umum ditemui adalah karena kanker darah atau kanker leukemia.
Kanker ini memiliki banyak variasi dan bisa menyerang orang dewasa maupun anak-anak.


GEJALA LEUKEMIA

Gejala leukemia antara lain: demam, mudah lelah, kehilangan berat secara drastis, atau mudah berdarah. Bisa juga sering tersengal-sengal, rasa sakit pada tulang, dan berkeringat sangat banyak terutama di malam hari.
Gejala ini tentu tidak semua sama pada setiap orang. Pada orang-orang tertentu bisa saja muncul sebagai gejala flu atau demam biasa, sehingga terabaikan. Bahkan ada yang tidak menggejala sama sekali.

Namun, gejala tadi tidak bisa menjadi acuan pasti adanya leukemia. Bisa saja karena tubuh sebenarnya sedang melawan kuman, jadi memproduksi leukosit lebih banyak.

Untuk memastikan perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium. Terutama pemeriksaan jumlah sel darah putih.

FAKTOR LEUKEMIA


Beberapa faktor leukemia antara lain: sering menjalani kemoterapi dan bekerja dengan bahan kimia. Meski demikian, tidak setiap orang yang memiliki faktor risiko akan mengalami leukemia.
Ada orang yang tidak memiliki faktor risiko, tetapi terkena leukemia. Itu bisa saja karena faktor genetik.


MACAM_MACAM TERAPI LEUKEMIA

Leukemia bukan kanker berbentuk padat yang dapat diangkat lewat operasi. Pengobatan leukemia terbilang rumit, tergantung dari usia, kondisi tubuh pasien, dan tipe leukemianya. Belum lagi jika kanker tersebut sudah menyebar ke banyak bagian tubuh.

Pilihan terapi untuk leukemia antara lain:

1. KEMOTERAPI

Kemoterapi adalah: pengobatan yang umum dilakukan untuk menangani leukemia. Terapi ini menggunakan cairan kimia untuk membunuh sel leukemia.
Pasien bisa hanya menerima satu jenis obat atau berbagai macam obat, bergantung dari jenis leukemianya. Cara pengobatannya bisa dalam bentuk pil atau disuntikkan ke dalam saluran darah.

2. TERAPI BIOLOGIS

Dikenal juga sebagai terapi imuno.Terapi biologis menggunakan berbagai macam substansi untuk meningkatkan kekebalan tubuh pasien agar kuat melawan sel kanker.

3. TERAPI KINASE INHIBITOR

Obat yang mengandung zat imatinib mesilat ini merupakan pilihan pertama bagi kebanyakan penderita leukemia jenis myelogen kronis.


4. TERAPI OBAT LAIN

Arsenik trioksida dan semua jenis asam trans retinoik merupakan obat antikanker. Cara kerjanya membuat sel leukemia menjadi tua dan mati.

5. TERAPI RADIASI

Terapi yang menggunakan sinar x ini bertujuan untuk menghancurkan sel leukemia dan menghentikan pertumbuhannya. Pasien bisa disinari hanya pada bagian tertentu tubuhnya, lokasi sel leukemia berada. Jika sel leukemia sudah menyebar, tentu seluruh tubuh harus disinar.

6. TRANSPLANTASI SUMSUM TULANG BELAKANG

Proses ini bertujuan mengganti sumsum tulang belakang yang sudah terkontaminasi leukemia dengan sumsum tulang belakang yang masih bersih dan sehat.

7. TERAPI SEL PUNCA

Serupa dengan transplantasi sumsum tulang belakang. Bedanya, terapi ini menggunakan sel induk yang berada dalam aliran darah. Sel punca bisa diambil dari dalam tubuh pasien sendiri atau dari donor yang cocok dengan tubuh pasien.
Para dokter lebih sering menggunakan terapi ini karena masa pemulihan lebih cepat dan tingkat risiko terkena infeksi lebih rendah.


Leukosit
Nilai normal dalam darah 2-8% dari selurus jumlah leukosit. Waktu pendarahan  .. rendahna leukosit hingga 5000 mg
Anemia Hemolitik   DEFINISI
Anemia Hemolitik adalah anemia yang terjadi karena meningkatnya penghancuran sel darah merah.

Dalam keadaan normal, sel darah merah mempunyai waktu hidup 120 hari.
Jika menjadi tua, sel pemakan dalam sumsum tulang, limpa dan hati dapat mengetahuinya dan merusaknya.

Jika suatu penyakit menghancurkan sel darah merah sebelum waktunya (hemolisis), sumsum tulang berusaha menggantinya dengan mempercepat pembentukan sel darah merah yang baru, sampai 10 kali kecepatan normal.

Jika penghancuran sel darah merah melebihi pembentukannya, maka akan terjadi anemia hemolitik.


PEMBESARAN LIMPA.

Banyak penyakit yang dapat menyebabkan pembesaran limpa.
Jika membesar, limpa cenderung menangkap dan menghancurkan sel darah merah; membentuk suatu lingkaran setan, yaitu semakin banyak sel yang terjebak, limpa semakin membesar dan semakin membesar limpa, semakin banyak sel yang terjebak.

Anemia yang disebabkan oleh pembesaran limpa biasanya berkembang secara perlahan dan gejalanya cenderung ringan.
Pembesaran limpa juga seringkali menyebabkan berkurangnya jumlah trombosit dan sel darah putih.

Pengobatan biasanya ditujukan kepada penyakit yang menyebabkan limpa membesar.
Kadang anemianya cukup berat sehingga perlu dilakukan pengangkatan limpa (splenektomi).


KERUSAKAN MEKANIK PADA SEL DARAH MERAH

Dalam keadaan normal, sel darah merah berjalan di sepanjang pembuluh darah tanpa mengalami gangguan.
Tetapi secara mekanik sel darah merah bisa mengalami kerusakan karena adanya kelainan pada pembuluh darah (misalnya suatu aneurisma), katup jantung buatan atau karena tekanan darah yang sangat tinggi.

Kelainan tersebut bisa menghancurkan sel darah merah dan menyebabkan sel darah merah mengeluarkan isinya ke dalam darah.
Pada akhirnya ginjal akan menyaring bahan-bahan tersebut keluar dari darah, tetapi mungkin saja ginjal mengalami kerusakan oleh bahan-bahan tersebut.

Jika sejumlah sel darah merah mengalami kerusakan, maka akan terjadi anemia hemolitik mikroangiopati.
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan pecahan dari sel darah merah pada pemeriksaan contoh darah dibawah mikroskop.

Penyebab dari kerusakan ini dicari dan jika mungkin, diobati.


REAKSI AUTOIMUN

Kadang-kadang sistem kekebalan tubuh mengalami gangguan fungsi dan menghancurkan selnya sendiri karena keliru mengenalinya sebagai bahan asing (reaksi autoimun).
Jika suatu reaksi autoimun ditujukan kepada sel darah merah, akan terjadi anemia hemolitik autoimun.

Anemia hemolitik autoimun memiliki banyak penyebab, tetapi sebagian besar penyebabnya tidak diketahui (idiopatik).

Diagnosis ditegakkan jika pada pemeriksaan laboratorium ditemukan antibodi (autoantibodi) dalam darah, yang terikat dan bereaksi terhadap sel darah merah sendiri.

Anemia hemolitik autoimun dibedakan dalam dua jenis utama, yaitu anemia hemolitik antibodi hangat (paling sering terjadi) dan anemia hemolitik antibodi dingin.

Anemia Hemolitik Antibodi Hangat.

Anemia Hemolitik Antibodi Hangat adalah suatu keadaan dimana tubuh membentuk autoantibodi yang bereaksi terhadap sel darah merah pada suhu tubuh.

Autoantibodi ini melapisi sel darah merah, yang kemudian dikenalinya sebagai benda asing dan dihancurkan oleh sel perusak dalam limpa atau kadang dalam hati dan sumsum tulang.
Penyakit ini lebih sering terjadi pada wanita.

Sepertiga penderita anemia jenis ini menderita suatu penyakit tertentu (misalnya limfoma, leukemia atau penyakit jaringan ikat, terutama lupus eritematosus sistemik) atau telah mendapatkan obat tertentu, terutama metildopa.

Gejalanya seringkali lebih buruk daripada yang diperkirakan, mungkin karena anemianya berkembang sangat cepat.
Limpa biasanya membesar, sehingga bagian perut atas sebelah kiri bisa terasa nyeri atau tidak nyaman.

Pengobatan tergantung dari penyebabnya.
Jika penyebabnya tidak diketahui, diberikan kortikosteroid (misalnya prednison) dosis tinggi, awalnya melalui intravena , selanjutnya per-oral (ditelan).

Sekitar sepertiga penderita memberikan respon yang baik terhadap pengaobatan tersebut.
Penderita lainnya mungkin memerlukan pembedahan untuk mengangkat limpa, agar limpa berhenti menghancurkan sel darah merah yang terbungkus oleh autoantibodi.

Pengangkatan limpa berhasil mengendalikan anemia pada sekitar 50% penderita.
Jika pengobatan ini gagal, diberikan obat yang menekan sistem kekebalan (misalnya siklosporin dan siklofosfamid).

Transfusi darah dapat menyebabkan masalah pada penderita anemia hemolitik autoimun.
Bank darah mengalami kesulitan dalam menemukan darah yang tidak bereaksi terhadap antibodi, dan transfusinya sendiri dapat merangsang pembentukan lebih banyak lagi antibodi.

Anemia Hemolitik Antibodi Dingin.

Anemia Hemolitik Antibodi Dingin adalah suatu keadaan dimana tubuh membentuk autoantibodi yang bereaksi terhadap sel darah merah dalam suhu ruangan atau dalam suhu yang dingin.

Anemia jenis ini dapat berbentuk akut atau kronik.
Bentuk yang akut sering terjadi pada penderita infeksi akut, terutama pneumonia tertentu atau mononukleosis infeksiosa.
Bentuk akut biasanya tidak berlangsung lama, relatif ringan dan menghilang tanpa pengobatan.

Bentuk yang kronik lebih sering terjadi pada wanita, terutama penderita rematik atau artritis yang berusia diatas 40 tahun.

Bentuk yang kronik biasanya menetap sepanjang hidup penderita, tetapi sifatnya ringan dan kalaupun ada, hanya menimbulan sedikit gejala.
Cuaca dingin akan meningkatkan penghancuran sel darah merah, memperburuk nyeri sendi dan bisa menyebabkan kelelahan dan sianosis (tampak kebiruan) pada tangan dan lengan.
Penderita yang tinggal di daerah bercuaca dingin memiliki gejala yang lebih berat dibandingkan dengan penderita yang tinggal di iklim hangat.

Diagnosis ditegakkan jika pada pemeriksaan laboratorium ditemukan antibodi pada permukaan sel darah merah yang lebih aktif pada suhu yang lebih rendah dari suhu tubuh.

Tidak ada pengobatan khusus, pengobatan ditujukan untuk mengurangi gejala-gejalanya.
Bentuk akut yang berhubungan dengan infeksi akan membaik degnan sendirinya dan jarang menyebabkan gejala yang serius.
Menghindari cuaca dingin bisa mengendalikan bentuk yang kronik.


HEMOGLOBINURIA PAROKSISMAL NOKTURNAL.

Hemoglobinuria Paroksismal Nokturnal adalah anemia hemolitik yang jarang terjadi, yang menyebabkan serangan mendadak dan berulang dari penghancuran sel darah merah oleh sistem kekebalan.

Penghancuran sejumlah besar sel darah merah yang terjadi secara mendadak (paroksismal), bisa terjadi kapan saja, tidak hanya pada malam hari (nokturnal), menyebabkan hemoglobin tumpah ke dalam darah.
Ginjal menyaring hemoglobin, sehingga air kemih berwarna gelap (hemoglobinuria).

Anemia ini lebih sering terjadi pada pria muda, tetapi bisa terjadi kapan saja dan pada jenis kelamin apa saja.
Penyebabnya masih belum diketahui.

Penyakit ini bisa menyebabkan kram perut atau nyeri punggung yang hebat dan pembentukan bekuan darah dalam vena besar dari perut dan tungkai.

Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan laboratorium yang bisa menemukan adanya sel darah merah yang abnormal, khas untuk penyakit ini.

Untuk meringankan gejala diberikan kortikosteroid (misalnya prednison).
Penderita yang memiliki bekuan darah mungkin memerlukan antikoagulan (obat yang mengurangi kecenderungan darah untuk membeku, misalnya warfarin).

Transplantasi sumsum tulang bisa dipertimbangkan pada penderita yang menunjukkan anemia yang sangat berat.

PENYEBAB
Sejumlah faktor dapat meningkatkan penghancuran sel darah merah:
- Pembesaran limpa (splenomegali)
- Sumbatan dalam pembuluh darah
- Antibodi bisa terikat pada sel darah merah dan menyebabkan sistem kekebalan menghancurkannya dalam suatu reaksi autoimun
- Kadang sel darah merah hancur karena adanya kelainan dalam sel itu sendiri (misalnya kelainan bentuk dan permukaan, kelainan fungsi atau kelainan kandungan hemoglobin)
- Penyakit tertentu (misalnya lupus eritematosus sistemik dan kanker tertentu, terutama limfoma)
- Obat-obatan (misalnya metildopa, dapson dan golongan sulfa).

GEJALA
Gejala dari anemia hemolitik mirip dengan anemia yang lainnya.

Kadang-kadang hemolisis terjadi secara tiba-tiba dan berat, menyebabkan krisis hemolitik, yang ditandai dengan:
- demam
- menggigil
- nyeri punggung dan nyeri lambung
- perasaan melayang
- penurunan tekanan darah yang berarti.

Sakit kuning (jaundice) dan air kemih yang berwarna gelap bisa terjadi karena bagian dari sel darah merah yang hancur masuk ke dalam darah.

Limpa membesar karena menyaring sejumlah besar sel darah merah yang hancur, kadang menyebabkan nyeri perut.

Hemolisis yang berkelanjutan bisa menyebabkan batu empedu yang berpigmen, dimana batu empedu berwarna gelap yang berasal dari pecahan sel darah merah.

PENGOBATAN
Mengelola anemia hemolitik termasuk menghindari obat-obatan tertentu, mengobati infeksi terkait dan menggunakan obat-obatan yang menekan sistem kekebalan Anda, yang dapat menyerang sel-sel darah merah. Pengobatan singkat dengan steroid, obat penekan kekebalan atau gamma globulin dapat membantu menekan sistem kekebalan tubuh menyerang sel-sel darah merah.

Bilirubin tak terkonjugasi

Hiperbilirubinemia Neonatal

Dua sum­ber bilirubin pada neonatus ber­asal dari pemecahan sel darah merah yang ber­edar (75%) dan eritropoiesis dan protein heme jaringan yang tidak efek­tif (25%). Heme meng­alami per­ubahan men­jadi bilirubin tak ter­kon­jugasi (larut lemak) di dalam sis­tem retikuloen­dotelial dan dibawa ke hepar oleh albumin. Di hepar, dikon­jugasi dengan asam glukoronat dengan suatu reaksi yang dikatalisir oleh glukoronil tran­sferase. Bilirubin ter­kon­jugasi (larut air) disek­resi ke dalam saluran bilier untuk eksk­resi melalui saluran pen­cer­naan. Enzim B-glukoronidase ter­dapat di dalam usus halus dan meng­hidrolisis sejum­lah bilirubin ter­kon­jugasi. Bilirubin tak ter­kon­jugasi ini kemudian dapat direabsobsi ke dalam sir­kulasi, menam­bah total bilirubin tak ter­kon­jugasi (sir­kulasi enterohepatik).
Bilirubinemia Fisiologis (Ikterus Fisiologis)
Ini merupakan hiper­bilirubinemia sesaat pada minggu per­tama kehidupan, dapat dijum­pai pada sebagian besar neonatus (kira-kira 5–7 mg/dL). Hal ini ter­jadi akibat kadar glukoronil tran­sferase yang ren­dah dan pening­katan bilirubin dari pening­katan sel darah merah dengan pengurangan usia sel darah merah, pening­katan eritropoesis yang tidak efek­tif, dan sir­kulasi enterohepatik.
Secara klinis, ikterus fisiologis harus:
  1. Tidak ter­jadi pada hari pertama;
  2. Bilirubin total harus mening­kat dengan kurang dari 5 mg/dL/hari, men­capai pun­cak kurang dari 12,9 mg/dL pada hari 3–4 (bayi aterm) dan 15 mg/dL pada hari 5–7 (bayi prematur);
  3. Fraksi kon­jugasi harus tidak melebihi 2 mg/dL; dan
  4. Ikterus harus ber­tahan tidak lebih dari 1 minggu pada bayi aterm dan 2 minggu pada bayi prematur.
Hiper­bilirubinemia Nonfisiologis
Jika kriteria diag­nosis ikterus fisiologis tidak ter­penuhi, pen­carian sebab ikterus harus dilakukan. Tes laboratorium yang tepat pada saat ini ter­masuk darah leng­kap, trom­bosit, hitung retikulosit, tes Coomb dan hapusan darah tepi. Ber­ba­gai etiologi (penyebab) seba­gai berikut:
A. Produksi Bilirubin yang Berlebih
  1. Pening­katan kecepatan hemolisis: Pening­katan bilirubin tak ter­kon­jugasi dan hitung retikulosit.
    • Coombs positif: Inkom­patibilitas Rh, inkom­patibilitas ABO, sen­sitisasi golongan darah lainnya.
    • Coombs negatif: Defek mem­bran sel darah merah (sferositosis, elip­tositosis, pik­nositosis, stomasitosis) dan defek enzim sel darah merah (defisiensi glukosa-6-fosfat, defisiensi piruvat kinase, defisiensi heksokinase).
  2. Penyebab nonhemolitik: Pening­katan bilirubin tak ter­kon­jugasi, hitung retikulosit normal.
    • Hematoma eks­travas­kuler: sefal­hematom, memar, per­darahan SSP.
    • Polisitemia.
    • Sir­kulasi enterohepatik ber­lebihan: Obs­tuksi saluran pen­cer­naan, Illeus.
B. Penurunan Kecepatan Kon­jugasi: Pening­katan bilirubin tak ter­kon­jugasi, hitung retikulosit normal.
  1. Ikterus fisiologis.
  2. Criggler-Najjar: Defisiensi glukoronil tran­sferase tipe I, autosom resesif.
  3. Defisiensi glukoronil tran­sferase tipe II, autosom dominan
  4. Ikterus akibat ASI
C. Abnor­malitas Eksk­resi atau Reabsor­bsi: Pening­katan bilirun ter­kon­jugasi dan tak ter­kon­jugasi, Coombs negatif, hitung retikulosit normal.
  1. Hepatitis: virus, bak­teri, parasit, toksis
  2. Metabolik: Galak­tosemia, penyakit penyim­panan glikogen, fibrosis kis­tik, hipotiroidisme.
  3. Atresia bilier.
  4. Kista koledokus.
  5. Obs­truksi ampula vater.
  6. Sepsis.
Tok­sisitas Bilirubin
Pen­ting­nya peman­tauan bilirubin serum adalah untuk men­cegah ker­nik­terus (pewar­naan ganglia basalis dan hip­pokam­pus). Hal ini ter­jadi bila bilirubin tak ter­kon­jugasi memasuki sel saraf dan menyebabkan kematian. Mor­talitas­nya tinggi.
Gejala-gejala klinis meliputi letargi, menolak menyusui, tangisan ber­nada tinggi, hiper­tonisitas, opis­totonus, serangan kejang dan apnea. Sekuele meliputi atetoid cerebral plasy, kehilangan pen­dengaran untuk frekuensi tinggi, paralisis kemam­puan melirik ke atas, dan dis­plasia gigi.
Risiko ter­jadinya ker­nik­terus pada bayi ter­tentu tidak dapat diten­tukan dengan pasti. Satu-satunya kelom­pok yang kadar bilirubin spesifik (20 mg/dL) dapat dikaitkan dengan pening­katan risiko ker­nik­terus adalah bayi dengan penyakit hemolitik Rh.
  Sediaan apus tepi
PENDAHULUAN
Evaluasi darah atau disebut juga sebagai pemeriksaan gambaran darah tepi dapat dilakukan di counting areal setelah melakukan pemeriksaan hitung jenis leukosit, mula-mula dengan pembesaran 100 x kemudian dengan pembesaran 1000 x dengan minyak emersi selanjutnya dilihat masing-masing morfologi selnya. Pemeriksaan hapusan darah terdiri atas :
1. Pemeriksaan dengan pembesaran kecil (objektif 10x)
a. Penilaian kwalitet hapusan darah dan penyebaran sel-sel dalam hapusan.
- Lapisan darah harus cukup tipis sehingga eryhtrosit dan leukosit jelas terpisah satu dengan lainnya.
- Hapusan tidak boleh mengandung cat
- Eryhtrosit, leukosit dan thrombosit harus tercat dengan baik.
- Leukosit tidak boleh menggerombol pada akhir (ujung) hapusan.
b. Penafsiran jumlah leukosit dan eryhtrosit, penaksiran penghitungan differential leukosit dan pemeriksaan apakah sel-sel ada yang abnormal.
Dilakukan pada daerah area penghitungan dari bagian hapusan tempat eryhtrosit terletak berdampingan, tidak tertumpuk. Bila didapatkan 20-30 leukosit perlapang pandang kira-kira sesuai dengan junlah leukosit 5.000 dan 40-50 perlapang pandang sesuai dengan leukosit 10.000.
2. Pemeriksaan dengan menggunakan minyak imersi
a. Eryhtrosit : Penaksiran jumlahnya dan bagaimana morfologinya
Dillihat adanya eryhtrosit berinti dan dihitung jumlahnya pada 100 leukosit untuk mengkoreksi hitung leukosit cara Turk.
b. Leukosit : Penghitungan Differensial dan dicari kelainan morfologi
Dihitung dalam 100 sel leukosit dan dilihat adanya kelainan selnya.
c. Thrombosit : Dilihat penyebaran, morfologi dan ukuran selnya.
Hapusan yang baik thrombosit tidak menggerombol pada bagian akhir hapusan. Bila sukar ditemukan thronbosit berarti jumlahnya sedikit, bila terlihat banyak berarti terjadi peningkatan jumlah. Dilhat juga adanya giant cell yang berukuran 6-8 mikron.
d. Sel abnormal : Pemeriksaan morfologi
Kelainan-kelainan dan variasi dari leukosit, erythrosit dan thrombosit perlu dicatat.

A. Variasi Besar (Size) Erytrocyte :
1. NORMOSIT
Erythrosit dengan diameter normal, yaitu 7-8 mikron.
2. MAKROSIT
Erythrosit dengan diameter lebih dari 8 mikron. Bila makrosit diameternya lebih dari 12 mikrometer dan berbentuk oval disebut MEGALOSIT (12-15 mikron). Ini ditemukan pada anemia defisiensi Vitamin B12 atau defisiensi Asam Folat. Keadaan dimana makrosit banyak ditemukan dalam darah disebut MAKROSITOSIS.
3. MIKROSIT.
Diameter erythrosit kurang dari 7 mikrometer. Ini ditemukan misalnya pada Anemia defisiensi besi (Fe). Keadaan dimana banyak ditemukan mikrosit dalam darah disebut MIKROSITOSIS.
4. ANISOSITOSIS
Suatu keadaan ditemukan besar erytrocyte yang bervariasi sedangkan bentuknya sama, jadi ditemukan Normosit, makrosit dan mikrosit. Ini terjadi pada penyakit Anemia Hemolitik berat.

B. Warna (Color / Stain) Erythrocyte :
1. NORMOKROM.
Erythrosit dengan warna normal (ada pucat dibagian tengah dan lebih merah dibagian pinggirnya) dan dengan konsentrasi hemoglobin yang normal juga.
2. HIPOKROM
Warna erythrosit lebih pucat sehingga daerah yang pucat ditengah melebar. Bila terlalu pucat / terlalu lebar akan membentuk ANULOSIT atau RING ERYTHROCYTE, hal ini karena konsentrasi hemoglobin rendah. Ini ditemukan misalnya pada Anemia Defisiensi Fe, Thallasemia, Hemoglobinopathy C atau S.
3. HIPERKROM
Keadaan dimana warna erytrosit lebih merah dari normal. Misalnya ditemukan pada SFEROSITOSIS HEREDITER.
4. POLIKROMASI
Keadaan dimana ditemukan erytrosit yang bersifat ACIDOPHILIC dan ditemukan juga yang bersifat BASOPHILIC. Ini ditemukan pada RETIKULOSITOSIS, juga ditemukan pada ERYTHROPOEISIS yang aktif.
5. NORMOBLAST
Merupakan Erytrosit yang masih muda dengan masih memiliki inti. Keadaan ini ditemukan misal pada Hemopoeisis extra medullaris.


Penilaian dan pelaporan hasil :
1. Erythrosit
- Kesan jumlah sel (meningkat, menurun, normal)
- Adanya sel muda ( + / -)
- Variasi Ukuran (size), Warna (stain), Bentuk (Shape) : Anisositosis, Polikromasia dan Poikilositosis
- Indeks Anemia : Normokromik, Hipokromik dan Heperkromik dan Makrositer, Mikrositer dan Normositer. Misal : Normokromik Normositer.
- Bentuk (shape), ukuran (size) dan warna (colour) sel yang ditemukan.
- Retikulosit : (meningkat atau normal)
2. Leukosit
- Kesan jumlah sel (meningkat, menurun, normal, sangat meningkat)
- Adanya sel muda
- Persentase hitung jenis
- Morfologi leukosit
- Indeks peningkatan : netrofilia, limpositosis, monositosis, eosinofilia,dll
3. Thrombosit
- Kesan jumlah sel (meningkat, menurun, normal)
- Adanya giant cell (+/-)
- Penyebaran sel, clumping


Contoh Pelaporan Hasil :
Contoh 1 :

Eritrosit :
• Kesan jumlah menurun, Normokrom normositer
• Anisositosis sedang
• Poikilositosis ringan (pear shape cell, tear drop cell, helmed cell).
Leukosit :
• Kesan jumlah meningkat, ukuran dalam batas normal.
• Vakuolisasi +
• Granula toksik + / -
Trombosit :
• Kesan Jumlah dan ukuran dalam batas normal.
• Clumping / agregasi ( - ).

Kesan : Infeksi kronis

Contoh 2 :
Eritrosit :
• Normokrom normositer
• Anisositosis ringan
• Poikilositosis ringan (pear shape cell, tear drop cell)
Leukosit :
• Jumlah dan bentuk dalam batas normal.
• Vakuolisasi (-)
• Granula toksik (-)
Trombosit :
• Jumlah dan ukuran dalam batas normal.
• Clumping / agregasi ( - ).

Kesan : Gambaran darah tepi dalam batas normal


Contoh 3 :
Retikulosit : 0,63 % (n=0,5-1,5)
Gambaran Darah Tepi :
Eritrosit : Normokromik Normositik, Anisositosis
Leukosit : Kesan Jumlah sangat meningkat
Tampak dominasi sel-sel dengan ciri-ciri :
- Inti tunggal
- Anak inti 1-2 buah
- Kromatin Kasar
- Sitoplasma relatif sedikit
- Ukuran sel relatif homogen
Trombosit : Kesan jumlah Menurun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar