KUVET MURAH

KUVET KUARSA / GELAS dan DISPOSIBLE KUALITAS TERBAIK DENGAN HARGA BERSAING
MULAI DARI Rp 100.000,-
Hubungi 082295039612

Jumat, 29 Juni 2012

spektro serapan atom ( SSA ) / AAS


Spektrofotometri serapan atom merupakan salah satu metode analisis yang dapat digunakan untuk menentukan unsur - unsur di dalam suatu bahan dengan kepekaan, ketelitian serta selektivitas tinggi.
Pada perkembangan terakhir cara analisis spektrofotometer serapan atom selain atomisasi dengan nyala (FAAS= Flame Atomic Absorption Spectrophotometry), dapat juga dilakukan atomisasi tanpa nyala yaitu dengan menggunakan energi listrik pada batang karbon (GFAAS = Grafit Furnace Atomic Absorption Spectrophotometry) atau bahkan hanya dengan penguapan (CVAAS= Cold Vapor Atomic Absoption Spectrophotometry), misalnya pada analisis Hg.
Proses atomisasi dengan energi listrik pada batang atom dapat mengurangi gangguan spektrum emisi dari nyala atau absorpsi oleh nyala dan besarnya suhu dapat diatur dengan mudah dengan mengatur arus listrik yang digunakan.
Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode analisis yang didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi atom-atom yang berada pada tingkat energi dasar (ground state).
Penyebab energi tersebut menyebabkan tereksitasinya elektron dalam atom ke tingkat energi yang lebih tinggi (exited state). Pengurangan intensitas radiasi yang diberikan sebanding dengan jumlah atom pada tingkat energi dasar yang menyerap energi radiasi tersebut. Dengan mengukur intensitas radiasi yang diteruskan (transmitan) atau mengukur intensitas radiasi yang diserap (absorbansi) maka konsentrasi unsur di dalam cuplikan dapat ditentukan.
Metode analisis ini sangat selektif karena frekuensi radiasi diserap adalah karakteristik untuk setiap unsur. Radiasi yang diserap ini adalah radiasi resonansi, yaitu radiasi yang berasal dari di-eksitasi atom dari tingkat eksitasi ke tingkat energi dasar.
Dalam spektrofotometri serapan atom, lampu katoda rongga (Hollow Cathode Lamp) digunakan sebagai sumber radiasi resonansi yang diberikan. Lampu ini sesuai dengan unsur yang akan dianalisis. Radiasi resonansi ini mempunyai panjang gelombang atau frekuensi yang karakterisitik untuk setiap unsur.
Bila seberkas sinar radiasi dengan intensitas Io dilewatkan melalui medium yang panjangnya b dan mengandung atom-atom pada tingkat dasar energi dengan konsentrasi c, maka radiasi akan diserap sebagian dan intensitas radiasi akan berkurang menjadi I, sehingga berlaku persamaan:
I=Io.10-abc
      atau                 T= I/ Io = 10.-abc           Jika –logT=A,
      maka               LogIo/ I =a.b.c
dan  A= a.b.c
dengan,
a    =   k/2.303  =  koefisien serapan (serapan molar)
k    =   konstanta perbandingan
A    =   log Io/I  =  absorbansi
I/Io =   tranmitasi (T)

Syarat gas yang digunakan dalam FAAS adalah sebagai berikut :
1.   Campuran gas memberikan suhu nyala yang sesuai untuk atomisasi unsur yang akan dianalisis sehingga diperoleh efisiensi atomisasi yang tinggi;
2.   Disarankan tidak menggunakan oksigen murni karena mudah terjadi ledakan;
3.   Gas cukup murni dan bersih, ketidakmurnian gas dan atau adanya debu dapat      menyebabkan spektrum dan nyala tidak stabil;
4.   Gas-gas cukup aman, tidak beracun dan mudah dikendalikan.

Untuk keperluan rutin, cukup sediakan 2 jenis campuran gas, yaitu:
1. Udara-asetilen, dapat digunakan analisis 35 unsur, temperature nyala 1900-21000C
2. N2O-asetilen, dapat digunakan analisis 37 unsur, temperature nyala 2200-32000C

Atomizer
Atomizer terdiri atas sistem pengabut (nebulizer) dan sistem pembakar (burner) sehingga sistem atomizer disebut juga dengan sistem pengabut-pembakar (burner - nebulizer system).
Monokromator dan detektor
Pada analisis kuantitatif, ada tiga macam metode yang sesuai dan secara umum lebih sering digunakan pada penentuan unsur di dalam suatu bahan, seperti yang akan diuraikan di bawah ini :
1.      Metode relatif, yaitu dengan mengukur absorbansi atau transmitasi dari larutan blanko, larutan standar, dan larutan cuplikan. Rumus perhitungan yang digunakan :
                                           Cs =
Dengan :
Ab = absorbansi larutan baku
Ao = absorbansi larutan blanko
As = absorbansi larutan cuplikan
Co = konsentrasi larutan baku
Cs = konsentrasi larutan cuplikan
2.      Metode kurva kalibrasi / standar, yaitu dengan membuat kurva antara konsentrasi larutan standar (sebagai absis) lawan absorbansi (sebagai ordinat) yang kurva tersebut berupa garis lurus. Kemudian dengan cara menginterpolasikan adsorbansi larutan cuplikan ke dalam kurva standar tersebut, akan diperoleh konsentrasi larutan cuplikan.
3.      Metode penambahan standar
Untuk kondisi tertentu, metode kurva kalibrasi baik karena adanya matrik yang mengganggu pengukuran absorbansi atau transmitannya.
Pada metode ini, dibuat sederetan larutan cuplikan dengan konsentrasi yang masing – masing ditambah larutan standar, dan unsur yang dianalisis oleh konsentrasi mulai dari 0 ppm sampai konsentrasi tertentu.
Absorbansi masing – masing larutan diukur dan dibuat kurva absorbansi terkonsentrasi unsur standar yang ditambahkan. Ekstrapolasi dari kurva ke konsentrasi akan diperoleh intersep yang merupakan konsentrasi unsur di dalam cuplikan yang diukur.
Selain cara ekstrapolasi, konsentrasi unsur di dalam larutan cuplikan dapat dihitung dengan persamaan.
Cs =
dengan :
Cs        =  konsentrasi unsur di dalam larutan cuplikan
Ao        =  absorbansi larutan cuplikan tanpa penambahan larutan standar
Aadd    =  absorbansi larutan cuplikan dengan penambahan larutan standar
X          =  konsentrasi unsur standar yang ditambahkan
Gangguan – gangguan yang mungkin terjadi pada metode spektrofotometri serapan atom, antara lain gangguan karena serapan latar, gangguan matriks, gangguan kimia, gangguan ionisasi, dan gangguan spektra.

Komponen alat aas

Secara umum, komponen-komponen spektrometer serapan atom (SSA) adalah sama dengan spektrometer UV/Vis. Keduanya mempunyai komponen yang terdiri dari sumber cahaya, tempat sample, monokromator, dan detektor. Analisa sample di lakukan melalui pengukuran absorbansi sebagai fungsi konsentrasi standard dan menggunakan hukum Beer untuk menentukan konsentrasi sample yang tidak diketahui. Walaupun komponen-komponenya sama, akan tetapi sumber cahaya dan tempat sampel yang digunakan pada SSA memiliki karakteristik yang sangat berbeda dari yang digunakan dalam spektrometri molekul (misal: UV/Vis).
Sumber Cahaya
Karena lebar pita pada absorpsi atom sekitar 0.001 nm, maka tidak mungkin untuk menggunakan sumber cahaya kontinyu seperti pada spektrometri molekuler dengan dua alasan utama sebagai berikut:
  • Pita-pita absorpsi yang dihasilkan oleh atom-atom jauh lebih sempit dari pita-pita yang dihasilkan oleh spektrometri molekul. Jika sumber cahaya kontinyu digunakan, maka pita radiasi yang diberikan oleh monokromator jauh lebih lebar daripada pita absorpsi, sehingga banyak radiasi yang tidak mempunyai kesempatan untuk diabsorpsi yang mengakibatkan sensitifitas atau kepekaan SSA menjadi jelek.
  • Karena banyak radiasi dari sumber cahaya yang tidak terabsorpi oleh atom, maka sumber cahaya kontinyu yang sangat kuat diperlukan untuk menghasilkan energi yang besar di dalam daerah panjang gelombang yang sangat sempit atau perlu menggunakan detektor yang jauh lebih sensitif dibandingkan detektor fotomultiplier biasa, akan tetapi di dalam prakteknya hal ini tidak efektif sehingga tidak dilakukan.
Secara umum, hukum Beer tidak akan dipenuhi kecuali jika pita emisi lebih sempit dari pita absorpsi. Hal ini berarti bahwa semua panjang gelombang yang dipakai untuk mendeteksi sampel harus mampu diserap oleh sampel tersebut. Gambar17.2 menunjukkan perbandingan pita absorpsi atom dan pita spektrum sumber cahaya kontinyu yang dihasilkan oleh monokromator. Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar radiasi tidak dapat diabsorpsi karena panjang gelombangnya tidak berada pada daerah pita absorpsi atom yang sangat sempit dan dapat dikatakan bahwa sangat banyak cahaya yang tidak digunakan atau menyimpang.
Gambar17.2. Perbandingan pita absorpsi atom dan pita spektrum sumber cahaya kontinyu yang dihasilkan oleh monokromator
Masalah ini dapat diatasi oleh Alan Walsh pada tahun 1953, dengan menggunakan sumber cahaya tunggal (line source) sebagai pengganti sumber cahaya kontinyu. Sebagian besar sumber cahaya tunggal yang digunakan berasal dari lampu katode berongga (hollow chatode lamp) yang memancarkan spektrum emisi atom dari elemen tertentu, misalnya lampu katodeberongga Zn digunakan untuk menganalis Zn. Gambar 3a dan 3b menunjukkan cahaya tunggal mengatasi masalah yang telah diuraikan di atas.
Gambar17.3. Pengaruh sumber cahaya tunggul terhadap pita absorpsi
Spektrum Zn diamati pada panjang gelombang 213,4 nm sebelum dan sesudah transmisi melalui monokromator konvensional. Walaupun lebar pita dari monokromator tidak lebih kecil dari sebelum transmisi, akan tetapi sampel yang diukur berada dalam daerah panjang gelombang yang diinginkan. Dengan memilih lampu yang mengandung analit yang diukur, maka kita dapat mengetahui bahwa panjang gelombang yang digunakan sama dengan dengan pita absorpsi analit yang diukur. Ini berarti bahwa semua radiasi yang dipancarkan oleh sumber cahaya dapat diabsorpsi sampel dan hukum Beer dapat digunakan.
Dengan menggunakan sumber cahaya tunggal, monokromator konvensional dapat dipakai untuk mengisolasi satu pita spektra saja yang biasanya disebut dengan pita resonansi. Pita resonansi ini menunjukkan transisi atom dari keadaan dasar ke keadaan transisi pertama, yang biasanya sangat sensitif untuk mendeteksi logam yang diukur.
Lampu Katode Berongga (Hollow Cathode Lamp)
Bentuk lampu katode dapat dilihat pada gambar 17.4.Ciri utama lampu ini adalah mempunyai katode silindris berongga yang dibuat dari logam tertentu. Katode and anode tungsten diletakkan dalam pelindung gelas tertutup yang mengandung gas inert (Ne atau Ar) dengan tekanan 1-5 torr. Lampu ini mempunyai potensial 500 V, sedangkan arus berkisar antara 2 – 20 mA.
Gambar17.4. Lampu katode berongga
Adapungas pengisi terionisasi pada anode, dan ion-ion yang hasilkan dipercepat menuju katode dimana bombardemen ion-ion ini menyebabkan atom-atom logam menjadi terlepas ke permukaan dan terbentuk awan/populasi atom. Proses ini disebut dengan percikan atom (sputtering). Lebih jauh lagi, tumbukan ini menyebabkan beberapa atom tereksitasi dan kemudian kembali pada keadaan dasar dengan memancarkan spektrum atom yang spesifik. Spektrum gas pengisi (dan komponen lain yang terdapat dalam katode) juga dipancarkan. Jendela atau tempat dimana radiasi keluar dari lampu biasanya dibuat dari silika sehingga dapat menggunakan panjang gelombang di bawah 350 nm.
Nyala
Fungsi nyala adalah untuk memproduksi atom-atom yang dapat mengabsorpsi radiasi yang di pancarkan oleh lampu katode tabung.
Pada umumnya, peralatan yang di gunakan untuk mengalirkan sample menuju nyala adalah nebulizer pneumatic
yang di hubungkan dengan pembakar (burner). Diagram nebulizer dapat di lihat padaGambar17.5. Sebelum menuju nyala, sample mengalir melalui pipa kapiler dan dinebulisasi oleh aliran gas pengoksidasi sehingga menghasilkan aerosol. Kemudian, aerosol yang terbentuk bercampur dengan bahan bakar menuju ke burner. Sample yang menuju burner hanya berkisar 5-10% sedangkan sisanya (90-95%) menuju tempat pembuangan (drain). Pipa pembuangan selalu berbentuk”U” untuk menghindari gas keluar yang dapat menyebabkan ledakan serius. Sample yang berada pada nyala kemudian diatomisasi, dan cahaya darilampu katode tabung dilewatkan melalui nyala. Sample yang berada pada nyala akan menyerap cahaya tersebut.
Gambar17.5. Nebuliser pada spektrometer serapan atom (SSA)
Jenis-jenis nyala
Ada 3 jenis nyala dalam spektrometri serapan atom yaitu:
  • Udara– Propana
    Jenis nyala ini relatif lebih dingin (1800oC) dibandingkan jenis nyala lainnya. Nyala ini akan menghasilkan sensitifitas yang baik jika elemen yang akan diukur mudah terionisasi seperti Na, K, Cu.
  • Udara– Asetilen
    Jenis nyala ini adalah yang paling umum dipakai dalam AAS. Nyala ini menghasilkan temperatur sekitar 2300oC yang dapat mengatomisasi hampir semua elemen. Oksida-oksida yang stabil seperti Ca, Mo juga dapat analisa menggunakan jenis nyala ini dengan memvariasi rasio jumlah bahan bakar terhadap gas pengoksidasi.
  • Nitrous oksida – Asetilen
    Jenis nyala ini paling panas (3000oC), dan sangat baik digunakan untuk menganalisa sampel yang banyak mengandung logam-logam oksida seperti Al, Si. Ti, W.
Faktor-faktor Instrumental
Apapun jenis nyala yang digunakan harus dapat mengatomisasi analit semaksimalmungkin tanpa menyebabkan ionisasi sehingga menghasilkan atom-atom analit bebas dalam jumlah yang besar pada keadaan dasar. Atom-atom ini kemudian menyerap radiasi dari sumber cahaya pada panjang gelombang tertentu.
Meskipun sebagian besar atom-atom dalam nyala berada dalam keadaan dasar, sebagian lagi mengalami eksitasi yang kemudian kembali pada keadaan dasar dengan memancarkan spektrum atomik yang spesifik. Hal ini berarti bahwa nyala berperan ganda baik sebagai penyerap maupun pemancar, dan seorang analis harus mampu membedakan antara kedua proses ini sehingga tingkat absorpsi dapat diukur. Hal ini dapat dilakukan dengan pengaturan sumber cahaya, misalnya melalui perlakuan yang dapat mengakibatkan cahaya yang mencapai nyala dibelokkan. Dengan pengaturan sumber cahaya ini, sinyal absorpsi dibelokkan sementara sinyal emisi diteruskan. Dengan mengatur detektor ke posisi pembelokan sinyal, maka pengaruh nyala emisi dapat diabaikan.
Sinyal lampu dapat diatur dengan 2 cara, yaitu:
  1. tombol pengatur diletakkan dalam berkas cahaya sebelum cahaya mencapai nyala(flame) sehingga dapat ditutup dan diteruskan secara bergantian.
  2. sumber tenaga dari lampu katodeberongga dibelokkan sehingga berkas yang dihasilkan juga dibelokkan.
Pada kedua cara tersebut di atas, detektor diatur dengan menghubungkan alat pengatur ke detektor.
Intrumentasi berkas ganda
Sebagaimana dalam spektrometri molekuler, intrumentasi-intrumentasi berkas ganda dapat didesain menggunakan 50% cermin pentransmisi atau cermin yang dapat berputar untuk membagi berkas dari sumber cahaya. Akan tetapi, penggunaan berkas ganda hanya memberikan sedikit keuntungan terhadap spektrometri serapan atom karena berkas referesi tidak dapat lolos melalui sebagian besar daerah ”noise-prone” dari instrumen, yaitu nyala. Sistem berkas ganda dapat mengurangi pergeseran sumber cahaya, pemanasan, dan sumber noise yang dapat meningkatkan ketelitian pengukuran. Akan tetapi, sumber utama noise adalah nyala sehingga keuntungan ini menjadi sedikit dan mungkin menyebabkan penurunan intensitas cahaya yang signifikan. Hal ini menyebabkan rasio sinyal terhadap noise (signal-to-noise ratio) menjadi lebih kecil.
Koreksi ”background”
Penggunaan berkas kedua dari radiasi kontinyu diperkirakan akan lebih menguntungkan untuk mengkoreksi absorpsi non-atomik.Ketika menggunakan sumber cahaya yaitu lampu katodeberongga, kita mengamati serapan atom dalam nyala, absorpsi dari spesies molekuler dan h amburan dari partikulat. Hamburan partikulat ini dikenal sebagai absorpsi non-spesifik dan merupakan masalah khusus yang terjadi pada panjang gelombang lebih pendek dan dapat menyebabkan kesalahan positif. Jika menggunakan sumber cahaya kontinyu (misal: deuterium atau lampu katodeberongga hidrogen), jumlah serapan atom yang diamati dapat diabaikan, tetapi jumlah yang sama dari absorpsi non-spesifik dapat diketahui. Kemudian, jika sinyal yang diamati dengan sumber cahaya kontinyu dikurangi dengan sinyal yang diamati dengan sumber cahaya tunggal, maka kesalahan dapat dihindari. Koreksi ”background” juga dapat meningkatkan ketelitian karena faktor-faktor yang dapat meningkatkan absorpsi non-spesifik menjadi tidak reprodusibel.
Faktor-Faktor Percobaan
  1. Pengaruh arus lampu katode berongga
    Arus rendah lebih direkomendasikan untuk digunakan. Sebenarnya, semakin tinggi arus listrik akan meningkatkan intensitas berkas cahaya, akan tetapi karena SSA merupakan suatu teknik perbandingan, maka peningkatan intensitas tidak dapat meningkatkan sensitivitas. Penggunaan arus yang tinggi pada lampu katode berongga justru akan mengurangi masa pakai lampu tersebut. Pengaruh yang paling penting jika arus lampu ditinggikan adalah ketika menganalisa logam-logam yang lebih volatil misalnya seng (Zn), dimana ”self absorpsion” dapat diamati. Peningkatan arus dapat menyebabkan 2 hal yaitu:
  1. Garis emisi akan melebar yang disebabkan oleh efek Doppler pada temperatur tinggi
  2. Sejumlah besar atom-atom tidak dihamburkan keluar dari lampu katode tetapi proporsi atom dalam keadaan dasar meningkat.
Sebagai hasilnya, atom-atom dalam keadaan dasar yang terdapat di dalam lampu katode menyerap banyak radiasi pita resonansi; karena atom-atom dalam keadaan dasar lebih dingin, atom-atom tersebut akan menyerap radiasi pada daerah yang lebih sempit sehingga pusat dari puncak emisi akan terabsorpsi sebagaimana terlihat pada Gambar 11.6. Meskipun intensitas lampu meningkat akan tetapi intensitas dalam daerah panjang gelombang yang dapat di serap oleh atom-atom pada keadaan dasar di dalam nyala akan menurun. Garis emisi yang melebar akan berperan sebagai cahaya nyasar (stray light) yang mengakibatkan penurunan sensitivitas dan ketidaklinearan kurva kalibrasi.
  • Pengaruh lebar celah
    Biasanya pemilihan lebar celah bukanlah suatu hal yang kritis karena lebar pita spektra tidak jauh lebih kecil daripada kapabilitas monokromator. Hal ini karena garis emisi atom bisanya terpisah sangat baik satu sama lainnya sehingga lebar celah masih dapat mengisolasi garis resonansi dengan mudah.
Gambar17.6. Pemotongan puncak spektra
Akan tetapi, beberapa logam memiliki garis emisi yang sangat berdekatan terhadap garis resonansi analitik yang dapat menyebabkan radiasi tidak diserap atau terserap sebagian kecil saja oleh atom-atom pada keadaan dasar di dalam nyala, di mana atom-atom tersebut mungkin berada pada garis emisi yang lebih tinggi, atau garis emisi gas pengisi. Pada kondisi seperti ini, kemampuan celah keluar (exit slit) untuk mengisolasi garis resonansi merupakan hal yang sangat penting.
Gambar17.7 menunjukkan spektra emisi di sekitar garis resonansi Cu dan Fe. Lebar celah tidak akan berpengaruh ketika menganalisa Cu, akan tetapi celah yang lebih sempit diperlukan jika mengalisa Fe. Jika celah memperbolehkan garis-garis non resonansi menuju detektor, maka garis-garis yang lain tidak akan diserap dan berperan sebagai garis yang nyasar yang menyebabkan ketidaklinearan kurva kalibrasi dan sensivitas yang rendah.
Gambar 17.7. Spektra emisi di sekitar garis resonansi Cu (kiri) dan Fe (kanan)

1 komentar: