KUVET MURAH

KUVET KUARSA / GELAS dan DISPOSIBLE KUALITAS TERBAIK DENGAN HARGA BERSAING
MULAI DARI Rp 100.000,-
Hubungi 082295039612

Jumat, 11 November 2011

Ifa Bicara Cinta Via "Sang Penari"

SATU lagi sineas muda Indonesia mengangkat cerita novel ke dalam sebuah karya film. Ya, dialah sutradara muda Isa Isfansyah yang memilih trilogi novel "Ronggeng Dukuh Paruk" karya Ahmad Tohari untuk dijadikan film layar lebar-nya. Film itu berkisah tentang kisah cinta sepasang kekasih Srintil dan Rasus pada tahun 1960-an. Cinta Srintil harus terpasung lantaran menuruti cita-citanya di masa kecil menjadi seorang penari.

Ifa butuh 40 hari untuk menggarap kisah cinta Srintil dan Rasus itu. Ia mampu memilih sudut mana yang diangkat dari trilogi novel Ronggeng Dukuh Paruk.

"Sejak awal saya sudah berniat mengambil tema besar tentang cinta. Keterbatasan film adalah durasi. Pandai-pandai menentukan angel cerita dari sekian lembar novel untuk diangkat dalam sebuah film. Cinta menjadi sudut pandang yang dipilih untuk mengintrepetasikan Ronggeng Dukuh Paruk ke dalam film Sang Penari," ujar sutradara asal Yogyakarta itu kepada Metrotvnews.com, sesuai mengisi acara di program 811Show.

Bagaimana membuat kejadian di tahun 1960-an relevan dengan kejadian di era sekarang merupakan tantangan Ifa dalam pembuatan film ini. Soal setting adalah urusan teknis yang ada di semua produksi film.

“Bagaimana caranya membuat penonton sedekat mungkin dan merasa di tahun 60-an itu yang perlu dilakukan,” tutur Ifa soal kesulitannya dalam menggarap film itu.

Film yang mengambil latar belakang di daerah Banyumas, itu, sempat tertunda pembuatannya karena alasan pendanaan. Namun, jeda waktu itu justru diisi Ifa untuk mematangkan persiapan dan karakter Srintil yang diperankan Prisia Nasution dan Rasus yang dilakonkan Nyoman Oka Antara.

Jalinan cinta Srintil dan Rasus penuh liku-liku. Itu karena Srintil ingin memenuhi cita-citanya di masa kecil menjadi seorang penari ronggeng. Di masa itu penari ronggeng mampu mengangkat nama keluarga dan dipercaya disemayami roh Dewi Kesuburan. Cinta Srintil kepada Rasus pun akhirnya termutilasi kepentingan, kepercayaan tradisi, dan ego pribadi.

Film ini sarat unsur antropologi dan sosial budaya yang menggambarkan kehidupan era 1960-an yang miskin dan serba kekurangan. Ifa pun tak bertele-tele saat mengarahkan film ini.

”Film ini film organik. Film yang tampil alami. Saya tidak memberi batasan pada pemain untuk mengeksplor kemampuannya dalam berakting.  Saya biarkan Pia (Prisia Nasution) menginterpretasi skenario dan bergerak sesukanya.”

Namun Ifa dan timnya sempat kecewa setelah mengetahui Lembaga Sensor Film memotong beberapa adegan karena dianggap vulgar. ‘Tidak ada cerita yang terpotong. Tapi emosi dari pemain ada yang hilang dan tak lengkap,” ungkap pria kelahiran 1979 itu.

Dalam Ronggeng Dukuh Paruk itu diceritakan bahwa tokoh Srintil adalah penari penuh magis yang membuat tetua adat daerah itu percaya, wanita itu adalah titisan ronggeng. Karena itu, Ifa memberi dukungan dan kepercayaan sepenuhnya pada Pia sebagai penari. Meski artis pilihannya itu bukanlah penari tradisional, Ifa mendoktrin Pia untuk bergerak lincah apa adanya.

“Yang penting tahu dasar gerakan tari. Setelah itu saya yakinkan ia untuk bergerak sebebas-bebasnya dalam menari,” kata Ifa.

Sutradara jebolan Institut Seni Indonesia Yogyakarta Jurusan Televisi itu mengatakan tidak ada misi tertentu dalam film-nya itu. Ia hanya ingin membuat film yang bagus dan bisa mengkomunikasikan cerita lewat film. Dan pastinya film itu bermutu dan layak ditonton.

Kreativitas mumpuni dari tata kamera yang digarap Yadi Sugandi dan penata artistik Eros Elfin melengkapi kesempurnaan film "Sang Penari". Ditambah lagi pasangan Aksan dan Titi Sjuman yang mampu menghidupkan atmosfer tahun 60-an. Dukungan penata kostum Citra Subijakto juga mampu menghidupkan karakter aktor dan artis di film panjang kedua buatan Ifa itu.

Tak ketinggalan Bruno Tarierre dan Khikmawan Santosa menghadirkan paduan visual dan audio yang memuaskan penonton sepanjang film

Tidak ada komentar:

Posting Komentar